Seiring berkembangnya zaman, saat ini konsumen menginginkan adanya nilai tambah yang ada pada produk pangan selain enak dan mengenyangkan yaitu seperti produk yang menarik dan mempunyai warna yang cantik dan seragam. Namun, tidak semua komoditas pangan yang akan diolah pada industri mempunyai warna seragam dan menarik. Namun sayangnya, berdasarkan data dari BPOM tahun 2012 menyebutkan bahwa sekitar 90% industri pangan di Indonesia menggunakan pewarna sintetis untuk menarik perhatian calon konsumennya. Padahal, penggunaan pewarna makanan sintetis dalam dosis yang berlebihan dan konsumsi yang terus menerus akan menyebabkan berbagai dampak negatif pada kesehatan seperti pusing, diare, mual, kanker, hingga kematian.
Melihat berbagai permasalahan serta dampak negatif yang ditimbulkan oleh penggunaan bahan pewarna sintetis tersebut lima mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya mencoba menciptakan inovasi pewarna alami berbasis rumput teki. Dibawah bimbingan Erni Sofia Murtini, STP, MP, Ph.D, tim yang terdiri dari Anggi Jovino Tambunan (THP 2014), Casilda Aulia Rakhmadina (THP 2014), Aisyah Sari Nastiti (THP 2014), Gulam Zakiya (THP 2014), dan Alif Ummami Faridatul Lailiyah (THP 2013) memanfaatkan dan mengolah rumput teki yang dianggap sebagai gulma tanaman oleh masyarakat menjadi pewarna alami yang dapat menggantikan pewarna sintetis makanan.
Casilda, salah satu anggota tim menyatakan, rumput teki pada umumnya hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak. "Padahal punya peluang sangat besar jika memang mau diteliti lebih lanjut, karena hingga saat ini penelitian terkait rumput teki masih terbatas. Dari segi ketersediaan pun hampir tidak perlu khawatir ya, karena sering kita jumpai di persawahan, bahkan pinggir jalan. Kalau sampai saat ini, kebanyakan rumput teki dimanfaatkan umbinya, sedangkan daunnya masih sangat jarang dimanfaatkan" katanya.
Jovino, selaku ketua tim menambahkan, rumput teki mempunyai potensi yang besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pewarna alami karena ternyata di dalam rumput teki mengandung senyawa bioaktif seperti antioksidan jenis flavanoid sebesar 6,505 mg/ml dan klorofil sebesar 0,418 ppm. Melihat potensi tersebut, ia optimis untuk menjadikan rumput teki sebagai bahan baku pembuatan pewarna alami dengan penambahan bahan pengisi sehingga pewarna yang dihasilkan akan lebih stabil dan warna yang dihasilkan akan konsisten dan tidak mudah pudar.
Hingga saat ini, Jovino beserta tim masih melakukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut terkait inovasi pewarna alami ini dengan melakukan uji stabilitas dan kemudian akan diaplikasikan pada bahan pangan. "Harapannya, untuk beberapa waktu kedepan pewarna alami ROTANT ini dapat digunakan sebagai alternatif pewarna dan dapat diaplikasikan pada berbagai produk pangan sehingga dapat mengurangi resiko yang ditimbulkan akibat pemakaian pewarna makanan sintetis" ujar Jovino.
Berkat inovasinya, Jovino beserta tim telah berhasil menyabet penghargaan Best Presenter di ajang 1st Young Scientists International Seminar & Expo dan mendapat undangan untuk mempresentasikan inovasi tersebut di berbagai konferensi Internasional pada event ABS2017 di China, ICACOF di Turkey, UAC di Thailand, dan Tropical Agriculture di Australia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H