Singapura merupakan salah satu negara maju dengan ketersediaan lahan hijau dan tata ruang yang terbatas karena luas wilayahnya yang sempit namun Singapura juga merupakan negara industri yang wilayahnya hampir sama dengan wilayah di Indonesia yaitu contohnya DKI Jakarta yang luasnya 650 km2. Hal ini lah yang menyebabkan Singapura sangat rentan untuk mengalami kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas warga negaranya sendiri dalam membuang sisa sampah dan juga perubahan iklim. Selain faktor dari iklim itu sendiri kerusakan lingkungan juga disebabkan oleh limbah - limbah berupa padat yang berasal dari macam macam industri yang ada di Singapura. Oleh karena itu, pemerintah Singapura menaruh perhatian dan sangat berhati-hati dalam merencanakan tata ruangnya agar penggunaan lahan bisa optimal dan menggunakan berbagai cara untuk mengurangi sampah di negaranya .
Pada zaman yang sudah sangat modern saat ini, pengolahan sampah yang dilakukan oleh negara Singapura mengalami kemajuan yaitu dengan menggunakan teknologi yang terkini untuk mengatasi dan mengolah sampah serta limbah padat. Sistem yang digunakan pada teknologi tersebut untuk mengelola sisa sampah dan limbah padat di wilayah perkotaan dengan metode pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan serta yang terakhir adalah pembuangan. Jenis dari teknologi yang digunakan pun cukup beragam jenisnya karena itu semua tergantung dari jenis limbah yang akan diolah, contohnya apabila limbah padat organik dan limbah plastik ataupun limbah kertas jelas berbeda cara penanganannya karena jenis dari teknologi yang digunakan pun terdapat tingkatan-tingkatannya seperti teknologi sederhana, modern sampai ke teknologi tinggi.
Pemilihan jenis teknologi untuk mengolah limbah padat pun ternyata dipengaruhi oleh dari kemampuan finansial dari sebuah negara tersebut serta SDM atau sumber daya manusia dari sebuah negara dan yang terakhir adalah kondisi lingkungan dari negara itu sendiri juga. Hal tersebut jelas merupakan bahwa negara Singapura mengambil keputusan menerapkan teknologi untuk mengelola limbah padat dan dalam mengatasi soal sampah dan di negaranya karena Singapura juga terkenal sebagai negara yang memiliki kemampuan ekonomi yang baik dan SDM yang mumpuni pula. Serangkaian metode dalam mengolah sampah dan limbah padat tersebut tentunya terdapat sebuah sistem pengolahan yang dilakukan oleh Singapura sebelum dan setelah penggunaan teknologi.
Singapura merupakan suatu negara industri yang dimana data yang diambil pada tahun 2022 terdapat lebih dari 5 juta jiwa dan wilayah dari Singapura sendiri sangat sempit dengan wilayah yang sempit itulah yang menyebabkan kelangkaan lahan untuk pembuatan TPA atau tempat pembuangan akhir yang luas dan seluas atau sepadan juga dengan produksi limbah dari warga negara Singapura itu sendiri. Data pada tahun 2001 menjelaskan bahwa produksi dari limbah sampah yang dihasilkan mencapai sekitar 7600 ton perhari dan hal itu terus menerus meningkat di setiap tahunnya.
Dengan peluang finansial negaranya yang cukup dan baik, Singapura memutuskan menggunakan incinerator untuk pengolahan limbah padat yang dihasilkan dari pembakaran sebagai metode yang sangat efektif mengurangi jumlah limbah padat. Incinerator yang dipakai Singapura adalah teknologi atau alat guna untuk membakar sampah dan kemampuan dari incinerator adalah untuk mengurangi volume limbah padat bisa mencapai 90 persen. Dengan pengurangan volume sebesar ini umur TPA diperpanjang hingga 5 kali kali umur sebenarnya. Dengan begitu sistem pengolahan sampah di Singapura tidak seperti kota-kota besar di Indonesia yang hanya terkumpul, kemudian diangkut lalu di buang. Sistem atau cara kerja dari incinerator ini dikumpulkan, dan kemudian dipadatkan, angkut, dibakar dan di buang. Limbah padat dari berbagai sumber seperti perkotaan dan sekitarnya dikumpulkan dan kemudian dipadatkan dan diangkut ke incinerator untuk dibakar. Sedangkan sisa hasil pembakaran limbah padat tadi yang menghasilkan output abu dari incinerator akan diangkut dan dibuang di TPA yang khusus dibangun di tengah laut.
Panas yang dihasilkan dari incinerator mengefisiensi pembakaran sampah untuk tidak diperbolehkan terbuang tapi dimanfaatkan sebagai Pembangkit listrik. Jadi dalam hal ini limbah diubah menjadi energi limbah energi. Dalam melaksanakan pengelolaan sampah percaya diri dengan strategi Singapura menghabiskan banyak uang besar, baik untuk konstruksi maupun penggunaan dan pemeliharaan fasilitas di berbagai ruangan untuk pengolahan limbah padat. Model pengelolaan sampah di Singapura mirip dengan sistem yang diterapkan di kota-kota besar seperti Jepang.
Selain sistem dar pengolahan sampah, produksi serta pengklasifikasian limbah padat juga perlu diperhatikan berdasarkan data pada jurnal ini saya mengambil bahwa peningkatkan produksi sampah berjalan seiring dengan pertumbuhan industrialisasi, dan kepadatan urbanisasi, pertumbuhan penduduk dan taraf hidup. Bahkan lebih jauh di tahun 2001 Timbunan Sampah Padat di Singapura mencapai 7.676 ton per hari. Dari jumlah keseluruhan sangat besar, hanya sekitar 44,4 derajat sampah organik, sedangkan sisanya adalah limbah padat kertas (28,3%), plastik (11,8%), kaca (4,1%), logam (4,8%) dan lain-lain (6,6%) . Jika taraf dan tingkatan hidup yang lebih tinggi, kandungan limbah padat organik relatif lebih rendah dari limbah padat organik di kota-kota besar seperti Indonesia, yaitu sekitar 70 persen. bersama kandungan sampah organik rendah, nilai limbah panas juga meningkat untuk mencocokkan dengan sistem pembakaran menyala fasilitas pembakaran.
Sampah padat di Singapura dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu limbah padat umum (general waste) dan limbah padat non-umum sampah). Limbah padat umum adalah limbah tidak beracun dan tidak beracun bahan berbahaya yang terdiri dari sampah organik, anorganik, sedimen dan limbah padat ditempa Di sisi lain, limbah padat tidak biasanya limbah yang beracun dan berbahaya Menurut sistem pembakaran kemudian menjadi limbah padat umum diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu sampah yang dapat dibakar dalam insinerator (dapat dibakar limbah) dan limbah yang tidak bisa atau tidak bisa dapat dibakar (limbah yang tidak dapat dibakar).
Limbah padat yang mudah terbakar adalah insinerator yang dapat dibakar tanpa udara mencemari lingkungan dan tidak mencemari merusak alat pembakaran. Alih-alih apa artinya limbah yang tidak boleh dan tidak boleh dibakar adalah sampah kotor kerusakan pada insinerator selama pembakaran PVC, pembongkaran bangunan, limbah kimia, dll. Tidak seperti sampah pada umumnya, sampah tidak umumnya diperlakukan terutama sebelumnya jangan dibuang karena beracun dan berbahaya. Pemrosesan khusus dilakukan oleh pengumpulan dan pengangkutan watak Pengolahan limbah padat ini biasanya tidak dilakukan dengan hati-hati keselamatan masyarakat dan lingkungan.
Setelah produksi dan klasifikasi dari limbah yaitu selanjutnya terdapat pengumpulan dan pengakutan limbah padat yang semua diawali dengan mengumpulkan limbah dari berbagai sumber sumber seperti wilayah perumahan, taman kota dan perkantoran. Metode ini dilakukan setiap hari untuk menjamin wilayah yang bersih dan terjamin sanitasinya. Pengumpulan sampah dan limbah akan diangkut ke dalam truk angkut limbah yang sudah dilengkapi dengan sistem handling yang secara otomatis apabila sampah dituang ke dalam bak truk maka sampah akan dipadatkan sehingga volume dari bak truk otomatis akan berkurang dan kapasitas dari truk akan meningkat.