Ya betul, aku tidak kaget, saat kau datang dan mengatakan bahwa kau mencintai perempuan muda bermata bulat dengan senyum manis itu. Aku sudah mengira suatu saat kau akan mengatakannya padaku, yang membuatku heran adalah perkawinan kita sanggup bertahan lama, 25 tahun, waktu yang indah bagiku, kau tahu itu ...
Kau selalu mengelak bila kukatakan bahwa kau tak mencintaiku sepenuh hati. Kau selalu mengatakan bahwa aku membual, tapi kau lupa aku mengenalmu lebih baik dari dirimu sendiri. Aku memang sudah melahirkan anak-anakmu, anak-anak manis kita, tapi aku tidak pernah ingin menghalangimu. Pernikahan bagiku sangat sakral, harus dilandasi mau sama mau, kejujuran dan keterbukaan. Aku masih mau tapi kau tak mau lagi, bagiku sudah cukup alasan untuk melepas mahligai pernikahan kita, kau tahu itu ...
Bagiku, kau dan anak-anak adalah segalanya. Tapi bagimu bahwa aku segalanya hanya ada di bibirmu saja, dalam prakteknya selalu yang lain lebih penting dan lebih benar. Namun, selama kau tetap mau aku dan kau jujur serta terbuka padaku, aku pun akan terus setia, kau tahu itu ...
Namun sekarang, semua berakhir dengan jelas. Terimakasih atas kejujuranmu dan 25 tahun kebersamaan kita, terimakasih juga atas anak-anak manis yang kau berikan, aku sangat menghargainya, kau tahu itu ...
Hidup terlalu pendek untuk disesali, namun hidup akan menjadi terlalu panjang bila dilandasi kebohongan, kau tahu itu ... TI AMO ... (cd)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H