Lihat ke Halaman Asli

Perkembangan Obat Tradisional Dinilai Masih Minim

Diperbarui: 20 April 2016   03:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Perkembangan Obat Tradisional Dinilai Masih Minim

Obat tradisional merupakan salah satu peninggalan para leluhur yang masih sangat di perlukan dan diminati banyak orang di era modern sekarang. Ada banyak keuntungan dari penggunaan obat tradisional dibandingkan dengan obat-obat sintetis. Salah satunya dari segi ekonomi, obat tradisional bisa didapatkan disekitaran lingkungan tempat tinggal dan tentu saja dengan cuma-cuma. Bukan hanya itu, diketahui bahwa obat tradisional juga mempunyai efek samping yang lebih ringan dibandingkan obat-obatan sintesis.

Sangat disayangkan, mengingat Indonesia merupakan Negara yang paling kaya akan keanekaragaman hayati dan hewani tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal. Tidak dapat diperkirakan betapa banyaknya tumbuhan-tumbuhan berkhasiat yang ada di negeri ini. Tapi kenyataannya, masyarakat Indonesia sangat dimanjakan dengan obat-obat kimiawi yang telah menjadi pilihan pertama ketika mengalami penyakit.

Jika dibandingkan dengan negara Cina, India, dan Korea masih lebih berani dalam mengembangkan pengobatan tradisional. Kita juga dapat mengembangkan jamu, dengan cara masyarakat perlu diberikan bimbingan dan pengetahuan mengenai tumbuhan yang berkhasiat obat. Ini bukan hanya menjadi tugas dari pemerintah, tetapi menjadi tugas bagi semua pihak yang terkait. Sebab tanggung jawab untuk menjadikan Indonesia sebagai Negara jamu adalah kita semua.

Semakin cepatnya perkembangan teknologi sehingga menghasilkan banyak sekali terobosan-terobosan baru yang bisa saja dapat menutupi atau mengatasi beberapa kekurangan dari obat-obatan sintesis. Sehingga hal ini juga berdampak pada perlunya dilakukan saintifikasi terhadapa bahan-bahan alami yang diidentifikasi dapat memberikan efek farmakologis. Mengapa dianggap perlu, karena ini merupakan proses pembuktian secara ilmiah dari jamu melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan, tidak hanya berdasarkan pengalaman turun-temurun, namun khasiat jamu dibuktikan secara ilmiah melalui penelitian.

Banyak alasan mengapa profesional kesehatan seperti dokter ataupun apoteker tidak melakukan edukasi mendalam mengenai obat bahan alam ini, terutama untuk jamu tradisional. Kendala utama edukasi dan pemanfaatan jamu dalam pengobatan adalah, bukti ilmiah yang terkumpul masih sangat sedikit. Kurangnya bukti ilmiah, yang menyebabkan tenaga kesehatan belum merekomendasikan jamu kepada pasiennya. Bukti empiris atau pengalaman masyarakat tidaklah cukup kuat untuk menjadikan dokter dan apoteker memberikan rekomendasi memakai jamu dalam pelayanan kesehatan yang dilakukannya.

Pemerintah lewat Departemen Kesehatan telah melakukan langkah saintifikasi terhadap jamu mulai sejak tahun 2010 yaitu dengan memberikan pelatihan khusus kepada dokter, yang nantinya dokter tersebut akan disapa dengan sebutan dikter jamu. Dengan ini telah tersedia para dokter yang siap melayani pasien dengan menggunakan jamu. Para dokter tersebut juga telah mendapat sertifikasi dan telah ditempatkan di beberapa puskesmas di Indonesia.

Tidak hanya dokter, program saitifikasi jamu ini juga didukung penuh oleh organisasi Apoteker. Pada Kongress Ilmiah Internasional Apoteker Asia Pasific di Bali September 2012 yang lalu, program saintifikasi jamu menjadi satu topik yang dibahas dan kongres yang bertema “Culture And Medicine”. Dalam kongres itu dibahas mengenai bagaimana praktik farmasi dan posisi budaya kesehatan tradisional tersebut memberikan kontribusi pada dunia kesehatan.

 

 

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline