Lihat ke Halaman Asli

Carlos Nemesis

live curious

Menyembunyikan Kampung Kota dari Kita?

Diperbarui: 16 September 2018   19:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar 1. Penduduk Kampung Braga Bermain Voli - Sumber : Hasil Observasi, 2018

Bagi anda yang asing dengan istilah kampung kota, cobalah berjalan-jalan ke belakang bangunan-bangunan tinggi dan cantik di pusat kota.

Contoh saja kampung kota di belakang Jalan Braga, yang ada di Kota Bandung. Jalan ini dikenal sebagai kawasan yang memiliki bangunan bernilai sejarah tinggi dan sangat menarik untuk melakukan swafoto disana. Tidak hanya itu, di sini juga terdapat hiburan berupa caf dan bar-bar yang siap menyuntikkan kesenangan bagi siapa saja yang mampir.

Bagi anda yang pernah ke sana, pernahkah untuk menyempatkan diri berjalan ke bagian belakang Jalan Braga. Di belakang jalan tersebut terdapat permukiman yang padat penduduknya, dihuni oleh 543 keluarga (Kelurahan Braga, 2018). Jumlah yang sangat tinggi untuk wilayah yang sekecil itu. Kondisi inilah yang disebut sebagai kampung kota.

Berbicara tentang kampung kota, kita tidak hanya berbicara tentang apa yang dilihat mata. Kampung kota di Braga memiliki karakteristik yang kumuh dari lebar gangnya yang sempit, atap rumah yang terbuat dari seng, drainase yang tidak ada, dan letak rumah yang persis di samping sungai. 

Atau ketika berbicara tentang hal yang tidak terlihat, banyak kabar-kabar yang menyatakan bahwa penduduk kampung kota mayoritas berpenghasilan di bawah UMR, mata pencaharian di sektor informal sebagai pedagang, berpendidikan rendah, ataupun tempat yang memili tingkat kriminalitas tinggi.

Asumsi-asumsi di atas mungkin ada yang benar di sebagian kampung kota di Indonesia. Tapi tidak semua kampung kota selalu berstigma negatif. Pengalaman saya meneliti fenomena kampung kota di Kelurahan Braga, Kota Bandung memberikan begitu banyak cerita baru yang membawa harapan baik tentang kampung kota.

Kampung kota merupakan kelompok masyarakat yang termajinalkan dari proses pembangunan kota karena kerentanan konteks politik. Kerentanan dalam konteks politik di Kampung Braga diukur melalui status kepemilikan yang dimiliki. Sebanyak setengah dari sampel populasi di Kampung Braga tinggal menetap dengan tidak memiliki status kepemilikan lahan formal. 

Hal ini sangat berdampak terhadap kemampuan untuk dapat menerima bantuan dari pemerintah kota dalam pemenuhan kebutuhan dasar. 

Dinas yang berperan untuk memberikan bantuan infrastruktur umum dan perbaikan rumah tidak dapat memberikan bantuan kepada rumah yang tidak memiliki status lahan formal karena terhambat aspek legalitas lahan. Sehingga ketika kondisi lingkungannya sudah buruk, sulit untuk ditingkatkan kecuali dengan kemampuan swadaya sendiri (hal ini dapat dilakukan namun sulit mengingat penghasilan keluarga tergolong rendah). Ditambah lagi dengan ancaman penggusuran yang membayang-bayangi untuk merelokasi penduduk.

Penduduk kampung kota terpaksa hidup dalam kondisi yang terus mengancam setiap harinya. Jumlah penduduk kampung kota di Kota Bandung, tidaklah sedikit. Setidaknya terdapat 429 kampung yang diketahui di Kota Bandung (Widjaja, 2013). Jumlah yang tergolong banyak ini menunjukkan masih begitu banyak anggota keluarga yang tinggal dalam kampung kota yang berada dalam kerentanan terus menerus. Hambatan terbesar yang harus dihadapi adalah status informalitas yang menghadang segala bentuk pengembangan lebih lanjut.

Pemerintah memiliki kewajiban dalam menyediakan permukiman yang layak secara tidak terkecuali bagi setiap keluarga. UUD 1945 Negara Republik Indonesia sudah dengan sangat gamblang menyatakan bahwa setiap dari kita berhak sejahterah lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan yang baik dan sehat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline