Indonesia telah merasakan banyak kejadian krisis pangan, salah satunya adalah kejadian pada tahun 2008 disaat harga tempe dan tahu meroket tinggi. Tidak hanya tahun tersebut saja, namun setiap tahunnya selalu ramai di beritakan akan fluktuasi harga pangan akibat kurangnya produksi. Polemik kelangkaan pangan di Indonesia seakan tidak kunjung usai dan menjadi topik hangat setiap empat bulan sekali. Semenjak kemerdekaan Indonesia, negara ini telah berupaya untuk meningkatkan bantuan produksi pangan dengan memberikan insentif berupa bantuan dana ataupun kebijakan. Isu ini tidak akan selesai dengan hanya mengandalkan supply pangan dari perdesaan ketika para petani pun selalu hidup miskin ataupun impor (yang jelas menjadi pemuas dahaga pangan yang semu, pada tahun 2015 Indonesia menjadi negara pengimpor beras terbesar k-5 dengan besar 1.6 juta ton-sumber : Worldatlas.com)
Fenomena yang terjadi di Indonesia ini disebut sebagai involusi pertanian. Involusi pertanian adalah keadaan ketika banyaknya tenaga kerja di bidang pertanian tidak memberikan keuntungan ekonomi seperti yang diharapkan. Data berikut menunjukkan jumlah penduduk dengan tenaga kerja tertinggi berada pada bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, dan perikanan dengan jumlah 38.973.033 jiwa.
Berikut adalah data mengenai hasil keuntungan yang diperoleh menurut lapangan pekerjaan yang ada :
Kedua data diatas menunjukkan bahwa Indonesia telah mengalami involusi pertanian. Banyaknya tenaga kerja di bidang pertanian tidak memberikan kontribusi maksimal terhadap keuntungan negara. Lapangan pekerjaan dengan kontribusi tertinggi ditempati oleh sektor Industri dengan besar 2.394.004 miliar rupiah. Fenomena ini dapat disebabkan oleh rendahnya produktivitas pertanian yang ada diakibatkan oleh terfragmentasinya kepemilikan lahan pertanian di Indonesia sehingga ketika akan menggunakan teknologi produksi seperti traktor/teknologi produksi massal lainnya tidak dapat dilakukan karena petak sawah lahan yang terpisah-pisah.
Meningkatnya penduduk perkotaan dimana saya dan Anda tinggal juga menjadi pemicu kelangkaan pangan di Indonesia. Berdasarkan data produksi padi menurut pulau, pulau Jawa menguasai produksi padi Indonesia sebesar 52%.
Namun yang sekarang sedang terjadi adalah, banyaknya konversi lahan yang terjadi di Pulau Jawa. Peta berikut menunjukkan peta persebaran lahan subur dengan warna hijau, dan warna merah untuk daerah terbangun. Lahan terbangun banyak mendominasi lahan subur yang ada, sehingga menandakan terjadinya kemungkinan penurunan produksi pertanian yang akan terjadi di masa depan.
Gambar 1. Peta Persebaran Lahan Subur di Pulau Jawa tahun 2015
Gambar 2. Peta Persebaran Lahan Terbangun di Pulau Jawa tahun 2015
Ketika secara gambaran besar bahwa ketahanan pangan di Indonesia merupakan masalah yang begitu pelik, diperlukan langkah-langkah yang bisa dilakukan sebagai individu untuk menyelesaikannya. Permasalahan ketahanan pangan berkaitan erat dengan keberlanjutan lingkungan. Karena dengan adanya lahan pertanian dapat tetap meningkatkan daya serap air ketika terjadi hujan dan juga menjaga kelestarian ekosistem yang ada. Untuk itu penduduk perkotaan juga harus berpartisipasi dalam mendukung ketahanan pangan yang ada. Salah satu cara yang sudah sering kita dengar bersama adalah dengan metode urban farming.
Urban farming merupakan proses bercocok tanam di daerah perkotaan, hasil produk bercocok tanam tersebut dapat digunakan untuk kepentingan sendiri maupun dikomersialisasikan. Contoh dari pengembangan urban farming di Indonesia sudah banyak berjalan di kota-kota besar, seperti yang sudah dilakukan oleh gerakan komunitas "Indonesia Berkebun" yang sudah tersebar di 33 kota besar di Indonesia.
Gambar 3. Jejaring Indonesia Berkebun