Lihat ke Halaman Asli

Carlito Gabriel

Dosen di Instituto Superior Cristal (ISC), Pendiri Organisasi Juventude Inovativo (JI)

Rekonsiliasi Menuju Perdamaian Timor-Oan

Diperbarui: 22 April 2024   12:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Input sumber gambar

Oleh: Carlito Gabriel

          Email: carlitogabriel2@gmail.com

          Tlp: +670-76326346

Timor-Leste adalah sebuah negara baru di Asia dengan jumlah penduduk 1.3 juta jiwa. Timor-Leste di jajah oleh Bangsa Portugis selama 450 tahun dan setelah itu selamah 24 tahun menjadi propinsi ke 27 Negara Republik Indonesia sampai tahun 1999 setelah Presiden ke 3 Republik Indonesia memberikan dua opsi yaitu Otonomi kusus di bawah naungan RI atau Merdeka sebagai Negara sendiri, pada akhirnya sebanyak 78% Masyarakat Timor-Timur memilih merdeka melalui jajak pendapat pada tanggal 30 agustus 1999 dan Timor-Leste merestorasikan kemerdekaanya pada tanggal 20 Mei 2002.  Jadi Sejarah konflik selama 24 tahun antara masyarakat Pro kemerdekaan dan Timor pro Indonesia yang sekarang tinggal di Timor Barat Indonseia masih memiliki perasaan sakit hati dan saling curiga. Sebagai sebuah negara baru Timor-Leste perlu mengatur pemerintahan sendiri walaupun perasaan yang terjadi antara kedua kelompok ini bisa menjadi jalan terbaik bagi terciptanya pemerintahan yang damai karena hubungan yang kurang baik anatara kedua negara menjadi permasalahan yang di tangani secara serius.

Dalam masalah sosial Rekonsiliasi merupakan suatu usaha yang di lalukan oleh kelompk yang bertikai untuk menyelesaikan permasahan di masa lampau dengan memperbaiki hubungan dengan harmonis dan damai. Degan jalannya rekonsiliasi ini kedua bela pihak baik Pro Otonomi Indonesia dan Pro Kemerdekaan Timor-Leste bisa melupakan konflik masa lalu dan saling memaafkan dan menerima kembali satu sama lain sebagai saudarah Timor-Oan sesuai tradisi dan adat istiadat orang Timor. Menurut Flavianus D.Melsasail Rekonsiliasi adalah sebuah jalan perdamaian untuk memahami gagasan dan ide yang lebih mendalam. Dia juga memperkuat bahwa "Nahe Biti Boot" merupakan model rekonsiliasi dengan pendekatan adat Orang Timor /Timor-Oan. Ini adalah model rekonsiliasi komunitas yang di gagas oleh Komisi Penerimaan Kebenaran dan Rekonsiliasi / Comisso de Acolhimento, Verdade e Reconciliao de Timor Leste (CAVR) di Timor-Leste (D.Melsasail 2013).   Menurut CAVR Mekanisme yang paling efektif untuk menyelesaikan perselisihan Orang Timor adalah metode Tradisional yang dimiliki oleh Mastarakat Timor sejak dari nenek moyang, oleh karena itu kepercayaan tradisional memainkan peran yang sangat penting karena semua masyarakat akan taat pada hokum tradisional yang berlaku sampai sekarang. Orang Timor juga yakin bahwa Arwah nenek moyang dan Roh alam akan hadir dan dengar apa yang diucapkan dalam sumpah adat maka apabila kita melanggar maka alam dan roh nenek moyang akan menhukum kita.

Paska konflik 1999 di Timor-Leste banyak masyarakat pengungsi dari Timor-Barat kembali ke Timor-Leste termasuk para eks milisi pro Otonomi walaupun masih banyak eks milisi pro Indonesia dan anggota TNI-POLRI yang masih takut kembali ke tanah kelahirannya masing-masing. Karena para korban pasti akan balas dendam terhadap orang-orang yang pernah menyerang mereka dan keluarga mereka atau bahkan orang-orang yang dulunya hanya pro-integrasi. Dalam pencapaian target rekonsiliasi maka Pemerintahan transisi Timor-Leste yaitu The United Nations for Transition Administration in East Timor (UNTAET) sebuah badan Kominisi Penerimaan Kebenaran dan Rekonsiliasi / (CHEGA 2010). Kemudian mengusulkan sebuah model rekonsiliasi yang berbasis komunitas yaitu people to people reconciliation menggunakan pendekatan budaya adat Timor menujuh persidangan modern. Inisiatif utama CAVR untuk memajukan rekonsiliasi di tingkat bawah masyarakat adalah program Proses Rekonsiliasi Komunitas (PRK). Ini dicapai dengan mengintegrasikan orang-orang yang terkucil dari komunitasnya sendiri karena mereka pernah melakukan pelanggaran "kurang berat" yang terkait dalam konflik-konflik politik di Timor-Leste. Melalui People to People reconciliation ini mampu menawarkan sebuah penyelesaian konflik secara hokum yang berada di luar lingkup adat/Lisan Timor. Rekonsiliasi Komunitas yang berhasil menjadi Keputusan Pengadilan memberikan suatu formalitas tertentu bahwa para peserta dihargai dan dihormati .

Proses Rekonsiliasi Komunitas merupakan suatu program yang di perlukan untuk memberikan sumbangan yang sangat penting untuk mempersatukan masyarakat Timor, baik Timor-Leste maupun Timor-Barat (Indonesia). Rekonsiliasi tersebut melalui Masyarakat dan Masyarakat (people to people reconciliation) dan juga antara Pemerintah yaitu Pemerintah Daerah tingkat I Propinsi Nusa Tengara Timur (NTT) dan juga Pemerintah Timor-Leste. Proses ini memberikan forum di mana setiap individu bisa mengungkapkan perasaan maupun keyakinan mereka yang sudah lama terpendam, berbagi rasa marah dan penyesalan dan bertekad untuk meninggalkan masa lalu yang penuh kekerasan. Konflik politik meninggalkan warisan rasa saling curiga dan saling membenci di semua lapisan masyarakat Timor-Leste. Dengan memberi masyarakat kesempatan untuk meninjau sejarah masa lalu, Proses Rekonsiliasi Komunitas (PRK) ikut andil dalam menghapus rasa saling curiga yang sebelumnya menghambat proses rekonsiliasi. Jadi tujuan umu dari rekonsiliasi adalah untuk menerima dan menintegrasikan orang-orang yang terlibat dalam konflik yaitu mereka yang terlibat tindakan criminal atau kekerasan ke dalam komunitas asalnya masing-masing.

Proses rekonsiliasi yang di jalankan telah membawa hasil yang maksimak karena Para bekas anggota milisi sudah tidak lagi menjadi bahaya keamanan bagi Timor-Leste karena mereka tidak bersenjata dan secara pribadi mengakui bahwa kemerdekaan Timor-Leste merupakan kenyataan yang tidak bisa diubah lagi (Group 2011). disebutkan bahwa proses rekonsiliasi komunitas yang digagas telah mencapai keberhasilan. Sebanyak 1.371 dari 1.531 kasus telah diselesaikan dalam proses rekonsiliasi ini. Angka tersebut menggambarkan signifikansi dari proses rekonsiliasi komunitas ini. Secara umum dapat diketahui bahwa proses rekonsiliasi tersebut berjalan dengan lancar, pengungkapan kebenaran yang menjadi salah satu prinsip rekonsiliasi pun terpenuhi. Dalam rekonsiliasi ini melibatkan para pelaku atau tokoh-tokoh yang terlibat dalam konflik dari tahun 1974 sampai 1999 di Timor-Leste, sehingga bias di katakana bahwa proses rekonsiliasi sangat penting untuk semua elemen masyarakat seperti Pihak Lembaga keagamaan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)/ NGO, pihak Pro Otonomi Indonesia, Pihak Pro-kemrdekaan Timor-Leste, Tokoh adat dan lain-lain,  maka semua bisa dilibatkan dalam proses ini (Komisi Penerimaan 2010).

Bibliography

CHEGA. 2010. Comisso de Acolhimento, Verdade e Reconciliao de Timor Leste (CAVR). Dili: Comio Nasional Chega (CNC).

D.Melsasail, Flavianus. 2013. Nahe Boot Sebagai Model Rekonsiliasi Masyarakat Berkonflik Di Timor Leste. Yokyakarta: Digi Lib UGM .

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline