Lihat ke Halaman Asli

Yeni Kurniatin

if love is chemistry so i must be a science freaks

Asisten Dokter Kandungan

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi teringat dengan lagi dengan kejadian setahun yang lalu. Gara-gara malam ini cerita tentang dokter kandungan. Baru saja adik saya tiba di rumah setelah menembus kemacetan dan guyuran hujan lebat yang melanda kota Bandung di malam long weekend. Dia pulang setelah kontrol kandungannya di Rumah Sakit swasta yang bertaraf internasional terletak di Jalan Kebon Kawung – Bandung.

Seperti sudah biasa, untuk bertemu dokter kandungan kita harus membuat appointment terlebih dahulu, apalagi jika kita periksa pada saat akhir pekan. Sambil menunggu dokter tiba, secara tidak sengaja dia memperhatikanaktivitas di ruang tunggu sebelah. Dokter yang praktek adalah dokter yang cukup terkenal, sudah proffesor. Konon kabarnya-menurut dunia gosip, Vega, selebritis co-host [bukan] empat mata adalah salah satu pasien yang dia tangani. Dokternya sangat baik dan itu sudah tidak diragukan lagi, sehingga pasiennya banyak. Tapi adik saya tidak kontrol ke dokter tersebut. Justru saya adalah orang yang pernah merasakan kebaikan dokter tadi.

Tapi sangat disayangkan dokter itu mempunyai seorang asisten pencatat yang sangat tidak banget. Itu kejadian yang saya alami setahun yang lalu. ketika saya ingin memeriksakan kandungan saya. Saat itu saya disuruh minum banyak dan menahan pipis, dengan seenaknya dia memaki-maki saya di muka umum. Saya membeli air mineral di kantin yang terletak dilantai satu, lalu kembali ke ruangan tunggu dokter baik itu. ketika saya bilang saya sudah tidak bisa menahan pipis dia malah maki-maki dengan volume suara tidak mungkin kecil.  Setelah itu dengan mimik muka (yang ‘audzubillah) dia menghina status saya.  Saya sampai bertanya-tanya, kenapa sih dokter baik, ganteng, pintar dan luar biasa ini harus memasang dia sebagai front line. Tersiar kabar, katanya dia telah lama ikut dengan dokter yang baik ini.  Kerjanya hanya teriak-teriak dan jualan cheese stick. Mungkin dia marah karena saya tidak membeli air atau pun cheese stick-nya. Sangat disayangkan, mengapa harus ada dia. Secara pasien-nya sedang diliputi hormon-hormon yang membuat perasaan jadi sensitif. Padahal masih banyak perawat yang lebih baik dan lebih ramah dari dia yang disediakan pihak rumah sakit. Saya sengaja tidak mengingat-ingat kejadian ini. Walaupun sering kali terbersit, hanya nama orangnya saja yang saya lupa. Tapi mimik, perlakuan dan perkataanya masih saja teringat.

Ketika diruang pemeriksaan saya bilang ke dokter lebih baik disuruh menahan sabar dari pada disuruh menahan pipis. Saya tidak kuat. Dokternya bilang, wah hebat. Koq bisa? Saya bisa menahan sabar menghadapi asistennya, jawab saya. Tapi saya tidak tahu dokter mendengar jawaban saya itu.

Barusan adik saya cerita kelakuan assisten sang dokter baik, ternyata setelah setahun berlalu kelakuannya masih sama. Tidak berubah. Masih teriak-teriak, tidak sabar. Mengapa dia berperilaku seperti itu, padahal dokter memberikan contoh yang amat sangat baik dalam melayani pasien. Baru menjadi asisten saja sudah seperti itu, bagaimana kalau menjadi dokternya ya? Adik saya bersyukur di dokter kandungan yang menanganinya dia tidak perlu berhadapan dengan orang semacam itu.

Saya pribadi saya masih memilih dokter baik hati, ganteng dan pintar ini sebagai tempat konsultasi saya. Saya selalu merekomendasikan beliau kepada teman-teman,  terlepas dari asistennya (jujur saya tidak pernah menyinggung sedikitpun pada orang-orang tentang dia). Urusan assisten yang ‘aneh’ biar saja. Karena saya tidak perlu berurusan dengan dia.

Dalam hati saya berdo’a semoga dokter baik hati, ganteng dan pintar tetap sehat. Jasmani dan rohani, diberi kelimpahan energi dan waktu yang berkah. Untuk asistennya semoga disadarkan, tapi kalau sulit dan sudah mendarah daging, sudi kiranya dokter me-refresh. Biar lebih segar. Hahahahaha…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline