Perubahan naik turunnya level PPKM di negara kita Indonesia sudah mulai menghidupkan berbagai bidang yang sebelumnya terhenti termasuk, bidang pendidikan. Regulasi inilah yang menghadirkan istilah baru yaitu sistem hybrid atau blended di dalam proses pendidikan para pelajar saat ini termasuk saya. Namun hingga saat ini masih saja ada orang tua yang tidak setuju dan ragu untuk menyetujui kehadiran kedua sistem pendidikan tersebut, begitu juga dengan ayah dan ibu saya. Menurut saya peristiwa ini telah memunculkan dilema terhadap kami dan para orang tua yang mengkhawatirkan kesehatan fisik dan mental buah hati nya selagi menimba ilmu.
Sistem Pembelajaran dapat Mengancam Kesehatan Fisik dan Mental
Bila kita lihat melalui pembelajaran daring, anak tidak dapat bebas berkomunikasi dan bermain seperti biasanya. Dahulu saat masih berada di bangku sekolah saya terbiasa untuk datang langsung dan duduk manis di dalam kelas untuk menimba ilmu. Tidak lupa saya juga berinteraksi secara langsung dengan para guru dan teman sebaya. Disayangkan kami yang masih menjadi pelajar generasi pandemi ini terpaksa terkurung di dalam rumah sehingga interaksi sosial antar guru, dosen, maupun teman pun terhambat. Ternyata hal ini bisa membawa dampak selanjutnya yang mungkin dapat dialami kami sebagai seorang anak yaitu risiko mengalami gangguan psikologi.
Berbagai bentuk gangguan psikologi ini juga dapat muncul karena keterbatasan interaksi sosial yang ada, namun juga dapat dipengaruhi oleh situasi lingkungan belajar anak saat di rumah. Suasana yang tidak kondusif saat melakukan pembelajaran secara daring, dapat memunculkan rasa cemas, stres, dan yang terburuk depresi. Sama hal nya dengan depresi yang dialami oleh sahabat saya sendiri. Awalnya dia adalah seorang pelajar yang sangat ceria dan positif, namun tanpa sadar adanya pembelajaran daring membuat dirinya berubah. Sahabat saya terpaksa harus beradaptasi dengan situasi rumahnya yang sangat tidak kondusif yaitu, belajar sembari mendengarkan perdebatan dalam keluarga. Tentu sulit dan sangat tidak nyaman. Hingga akhirnya sahabat saya tidak lagi sanggup dan harus berkunjung ke psikolog untuk membantu memperbaiki kesehatan mentalnya.
Namun saya sebagai seorang anak pun sadar tanpa adanya pembelajaran daring kesehatan fisik kami para pelajar pun dipertaruhkan. Terlebih saat ini varian baru covid yaitu omicron telah hadir dan bermutasi secara lokal. Baik para pelajar dan orang tua tentunya akan merasa gelisah dan khawatir bila melakukan PTM secara rutin, sama dengan yang saat ini keluarga saya rasakan. Dari sini kita dituntut untuk menjaga keseimbangan kesehatan fisik serta mental pada masa pandemi ini.
Saran yang dapat Diterapkan
Maka yang terpenting bagi para orang tua saat ini adalah sebisa mungkin mengusahakan untuk memberikan rasa nyaman dan aman bagi anak selama pembelajaran daring maupun tatap muka. Mengedukasi anak untuk selalu menjaga protokol kesehatan bila sedang melakukan PTM, dan membantu anak dengan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif selama pembelajaran daring. Bagaimana pun orang tua dan keluarga adalah sosok terpenting bagi seorang anak, oleh karena itu solusi terbaik bagi keduanya saat ini adalah saling menjaga dan mendukung secara positif sistem pendidikan pada masa pandemi ini.
Daftar Pustaka
Azizah, N. (2020, September 28). Ahli Sebut Pandemi Berdampak Pada Psikologis Anak. Republika. Retrieved from https://www.republika.co.id/berita/qhdl39463/ahli-sebut-pandemi-berdampak-pada-psikologis-anak
Kamil, I. (2021, Juli 12). Survei P2G: 56,1 Persen Orangtua Ragu-ragu dan Tak Setuju PTM Digelar Juli 2021. Kompas. Retrieved from https://nasional.kompas.com/read/2021/07/12/09175591/survei-p2g-561-persen-orangtua-ragu-ragu-dan-tak-setuju-ptm-digelar-juli