Lihat ke Halaman Asli

Carine

Apa yang bisa saya bagikan masih jauh dari sempurna

Dinamika PNS dalam Pelayanan Publik

Diperbarui: 30 April 2021   14:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menjadi seorang PNS dengan mengalahkan beribu orang ketika tes tentu tidak mudah. Pekerjaan dengan segudang privilege ini masih menjadi incaran bagi hampir semua golongan masyarakat dan dari semua gender di Indonesia. Gaji pokok, tunjangan kinerja, uang makan, hingga dana pensiun yang dapat diperoleh seorang abdi negara nampaknya masih memiliki magnet kuat yang menjadi penarik utama bagi anak-anak muda generasi milenial ini, termasuk saya.

Menjadi PNS adalah sebuah impian bagi saya. Terlebih menjadi PNS di bidang rehabilitasi dengan jobdesk utama seorang konselor. Hal ini tidak lain karena saya memang menyukai pekerjaan yang menyangkut konseling daripada bidang lainnya dalam ruang lingkup ilmu psikologi. Maka dari itu ketika melihat ada pembukaan CPNS dengan formasi konseling di Badan Narkotika Nasional, saya bertekad untuk memasukinya. 

Tidak dapat dipungkiri memang privilege yang ada, serta jenjang karir yang stabil dan panjang dan ditambah dengan dana pensiun yang diperoleh juga menjadi alasan saya memilih pekerjaan ini. Namun diluar itu semua, bekerja sesuai dengan passion yang saya miliki adalah alasan terbesar saya memilih untuk menjadi seorang PNS di bidang rehabilitasi BNN ini.  

Namun bagaimana sih sebenarnya gambaran PNS yang sudah ada di Indonesia? Apakah pekerjaan mereka sudah dapat dikatakan sebanding dengan segudang privilege yang telah diberikan? Bagaimana seharusnya menjadi seorang PNS yang baik dan benar?

Hal paling umum yang terlintas bagi banyak orang melihat pekerjaan seorang PNS adalah sukses dalam karir, hidupnya terjamin, hingga bahkan tidak sedikit juga yang memberikan rasa hormat kepada individu dengan gelar PNS. Namun hal ini akan berbanding terbalik dengan tanggapan mereka jika berbicara mengenai pelayanan yang diberikan oleh seorang PNS. 

Pelayanan semena-mena, lambatnya pelayanan yang diberikan, persyaratan mengurus surat-surat yang dianggap terlalu banyak, hingga mendahulukan kepentingan pihak tertentu sebagai prioritas pelayanan merupakan hal yang dianggap wajar terjadi jika berurusan dengan pelayanan pemerintahan. 

Mindset masyarakat ini tentu tidak dapat disalahkan, mengingat mindset ini terbentuk karena selama ini yang mereka dapat dari pelayanan publik di bidang pemerintahan ialah memang perlakuan seperti itu. Hal ini diperkuat dengan laporan Ombudsman 2016 yang menyatakan bahwa tingkat kepatuhan pelayanan publik yang dilakukan oleh kementrian di Indonesia menunjukkan 44% kementrian memiliki kepatuhan pelayanan publik tinggi, 48% memiliki kepatuhan pelayanan publik sedang, dan 8% memiliki kepatuhan pelayanan rendah/ buruk.

Tidak jauh berbeda dengan pelayanan publik oleh kementrian, pelayanan oleh pemerintah provinsi menunjukkan 39,39% memiliki tingkat kepatuhan pelayanan publik tinggi, 39,39% berada pada tingkat kepatuhan pelayanan publik sedang, dan 21,21% pemprov memiliki tingkat kepatuhan pelayanan publik rendah.

Lantas apakah memang seperti ini kinerja PNS seharusnya? Tentu saja tidak. Sesuai dengan UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, ASN memiliki 3 fungsi dasar yaitu sebagai pelaksana kebijakan publik, sebagai pelayan publik, dan sebagai perekat dan pemersatu bangsa. 

Menurut fungsi ASN dengan jelas disebutkan bahwa ASN seharusnya ialah menjadi pelayan publik. Namun tidak sedikit pula ASN yang merasa bahwa dirinya berada diatas golongan masyarakat karena status mereka sebagai ASN. Hal ini lah yang kemudian menjadikan pelayanan publik yang diberikan menjadi buruk, bahkan tidak jarang pula penyalahgunaan wewenang terjadi.

Pemerintah tentu tidak tinggal diam dengan kondisi lapangan yang ada. Berbagai upaya guna memperbaiki kinerja ASN terkait pelayanan publik telah dilakukan. Mulai dari pembinaan dasar nilai PNS bagi CPNS baru, pembentukan dan pelaksanaan Zona Integritas di satuan kerja masing-masing, hingga penerapan Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline