Kabar pengambilalihan saham Freeport Indonesia yang beroperasi di daerah Papua memang menimbulkan banyak tanggapan dari netizen.
Dari sikap yang memuji langkah dan tindakan keberanian Jokowi mengeksekusi dengan langkah tepat dan strategis, ada juga sebagian netizen terlihat mencibirkan kebijakan pemerintahan Jokowi. Hal ini tentu sangat menarik untuk kita sikap sebagai respon yang wajar di alam demokrasi selama sesuai dengan undang-undang kebebasan menyuarakan pendapat.
Dilansir dari laman Tribunpontianak.co.id (22/12/2018). Beragam tanggapan dan komentar atas saham PT Freeport Indonesia juga memancing banyak komentar dari tokoh nasional, salah satunya adalah Mahfud MD.
Sehubungan dengan kepemilikan saham PT Freeport Indonesia 51,2% dalam tanggapan yang disampaikan Pakar Hukum Tata Negara, Profesor Mahfud MD yang pernah menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menerangkannya lewat akun Twitter @mohmahfudmd.
"Heboh-meriah ttg Freeport memasuki babak baru. Sejak 21/12/18 Indonesia berhasil memaksa divestasi, mengambil 51% saham Freeport. Apa dan bagaimana problem Freeport selama ini, banyak yg tdk tahu; tahunya hanya ribut-ributnya. Yuk, pahami, agar debat2 kita proporsional," cuit Mahfud.
Mahfud MD menerangkan bahwa awal Orba Indonesia mengalami ketepurukan ekonomi yang parah. Sehingga memaksa pemerintah melakukan investasi besar, sedangkan tata hukum belum tertib ditambah hukum pengelolaan sumber daya alam belum ada. Terlebih lagi tahun 1967 pemerintah mengizinkan Freeport menambang emas dengan sistem kontrak karya (KK) yang menjadi salah satu biangnya.
Dalam sistem kontrak karya, status Freeport (bisnis swasta) adalah sejajar dengan pemerintah, sehingga operasional Freeport masuk dalam perjanjian perdata. Mahfud mengungkapkan keanehannya, sistem KK ini malah diperpanjang setelah masa berlaku habis, yakni tahun 1971 - 1988.
Sehingga Mahfud MD mempertanyakan logika yang menjadi pertimbangan pemerintah dan DPR saat itu yang cenderung menguntungkan Freeport. Sebab sistem KK dapat membuat Freeport menggunakan ancaman membawa kasus divestasi jika melakukan pemaksaan ke arbitrasi internasional.
Secara singkat dari sejumlah ulasan yang disampaikan Mahfud MD, diterangkan jika pemerintahan SBY sudah melakukan upaya untuk mengubah sistem kontrak kerja menjadi izin usaha, sayangnya gagal dengan ancaman akan membawa kasus ini di arbitrasi internasional.
Dalam pemerintahan Jokowi, hal yang sama terjadi juga seperti peristiwa sebelum dan membuat pemerintahan Jkw kesulitan melakukan pengambilalihan saham PR Freeport Indonesia.
Namun seperti yang kita ketahui bersama, akhirnya Jokowi bisa menyelesaikan kesulitan tersebut dengan strategi dan memiliki saham 51% tersebut dengan jalan damai tanpa membuat kegaduhan di dunia internasional.