Kenaikan upah minimum propinsi (UMP) yang selalu menjadi andalan buruh untuk mendapatkan tambahan lebih, selalu rutin di laksanakan dengan demo dan tuntutan perbaikan taraf hidup.
Hal ini bukan sesuatu yang masalah bagi saya, karena saya sendiri adalah seorang buruh dan tentunya akan menjadi kabar menyenangkan, jika memang upah minimum propinsi mengalami kenaikan.
Bahkan belum lama ini dalam aksi demo buruh yang menuntut kenaikan UMP, tidak tanggung-tanggung, beberapa aksi yang sudah turun tersebut menuntut untuk menaikan UMP sebesar 20% bahkan ada yang lebih tinggi lagi, yakni 25%. Melalui penetapan pemerintah pusat yang menaikan UMP sebesar 8,03%, jumlah kenaikan tersebut tidak memuaskan dan masih menginginkan kenaikan yang lebih tinggi.
Dalam aksi demo yang dilakukan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Sulsel, menolak UMP 2019 yang kenaikannya hanya 8,03%. Menurut Ketua KSBSI Sulsel Andi Mallanti, kenaikan idealnya naik 20%. Sumber
Di Jakarta lebih tinggi lagi, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta pemerintah menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2019 atau UMP 2019 sebesar 25 persen.
Presiden KSPI, Said Iqbal, menyatakan pihaknya menolak kenaikan upah minimum sebesar 8,03 persen sebagaimana yang disampaikan Menteri Ketenagakerjaan dalam surat edaran tertanggal 15 Oktober 2018. Sumber
Tentunya semua tuntutan yang di minta oleh buruh, perlu mendapatkan perhatian dengan berbagai pertimbangan lain yang terkait dengan banyak hal. Misalnya dengan dunia industri dan lain-lainnya.
Dilansir dari media online (19/11/2019) peristiwa aksi demo yang menuntut kenaikan UMP, bisa jadi menjadi salah satu penyebab yang negatif. Selain persaingan di era keterbukaan di seluruh dunia. Adanya salah satu hingga lebih faktor penyebab situasi yang tidak mendukung dunia industri. Dapat membuat pertimbangan yang kurang baik.
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil menyebut sesuatu warning sebagai bentuk kehati-hatian kepada para buruh. Terlebih jika menginginkan UMP yang naik berlebihan namun tidak mempertimbangkan kemampuan industri.
Ridwan Kamil mengungkapkan sebuah fakta yang cukup mengejutkan, dimana terjadi beberapa industri yang tutup, alias gulung tikar dan beberapa di antaranya memindahkan lokasi ke luar negeri. Sumber
"Sudah banyak pindah ke Jawa Tengah, jadi ini sudah lampu kuning. Bogor 10 perusahaan sudah hilang, dari 50 ke 40. Kemudian di Purwakarta, dari 17 jadi 15. Kemudian di Bekasi, dari 18 jadi nol," ungkap Ridwan Kamil di Bandung, Senin 19 November 2018.