Lihat ke Halaman Asli

Pungli 5000 Rupiah, Seribu Kali Sehari Bukan Recehan Lagi

Diperbarui: 17 Oktober 2016   19:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: nasional - kompas.com

Presiden Jokowi perang melawan pungli. Sampai pungli recehan yang hanya sebesar 10 ribu rupiah pun akan dikejar. Fokus pemberantasan pungli atau titik start Operasi Pemberantasan Pungli tampaknya di bidang perhubungan. 

Satu titik dari bidang perhubungan, misalkan di pelabuhan barang. Dari sejumlah kegiatan bongkar muat barang, salah satunya adalah kegiatan bongkar muat barang ekspor dan impor. Sekian instansi yang berada di pelabuhan, salah satunya adalah instansi yang berada di bawah Departemen Keuangan yang mengesahkan dokumen ekspor dan impor.

Dari kegiatan administrasi di instansi tersebut, salah satu bagian kecilnya adalah pengesahan dokumen ekspor di Gerbang masuk pelabuhan ekspor. Petugas yang berada di meja pengesahan tersebut adalah petugas dengan strata rendah kalau tidak sopan disebut sebagai yang terendah.

Dokumen ekspor di pelabuhan seperti Tanjung Priok Jakarta bisa 5000 dokumen sehari. Di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya bisa mencapai 1000 dokumen sehari. Di pelabuhan Tanjung Emas Semarang bisa mencapai 500 dokumen ekspor sehari.

Pengesahan setiap dokumen ekspor yang mungkin biasa disebut kegiatan "fiat dokumen" orang operasional perusahaan ekspedisi memberi 5 ribu rupiah. Itu adalah angka terkecil di meja terujung dari sekian meja. Dan "uang kegiatan" ekspor adalah jauh lebih kecil dibanding "uang kegiatan" pengurusan dokumen impor.

Bila memakai angka terkecil, di pelabuhan Tanjung Emas, 500 dokumen ekspor per hari dikalikan Rp 5000 menjadi Rp. 2.500.000,- per hari. Dalam sebulan totalnya bisa 70 jutaan. Petugas rendahan gaji bulanannya ditambah dengan remunerasi dan tunjangan anggap saja mencapai 7 juta rupiah. Bandingkan dengan penghasilan tambahannya yang bila dibagi 3 orang dalam satu ruangan, mencapai 20an juta rupiah per bulan.

Sehingga usaha pemerintah untuk meningkatkan kesejateraan pegawai dengan remunerasi menaikkan besaran gaji tidak mempan untuk memberantas praktek korupsi karena hasil pungli jauh lebih besar dari nilai kenaikan gaji.

Uang terima kasih 5 ribu rupiah per dokumen itu sudah menjadi kebiasaan, kewajaran, dan budaya. Petugas tidak meminta, tidak ada paksaan, anggap saja sebagai uang terima kasih. Bila petugas telah bekerja melayani dengan baik, tentu pihak yang dilayani sesuai adat ketimuran akan berterima kasih. Bila ada orang berterima kasih lalu memberi sedikit rejeki, alangkah tidak sopan menolaknya, dan takut kepada Tuhan kalau sampai beani menolak rejeki.

Petugas yang "berjenggot" tetap tidak akan menolak bila lacinya diisi uang, karena uang itu nanti dibagi semua petugas di bagian itu. Menolak berarti menghambat penghasilan rekan pegawai lain. Bila operasional ekspedisi tidak memberi uang, petugas mungkin ada yang diam saja, tapi mungkin lain waktu dia mengurus dokumen, akan menjadi lambat dan lain-lain.

Ada pula petugas yang akan mendelik dan mengingatkan bila operasional ekspedisi tidak memberi uang, atau jumlah uangnya tidak sesuai dengan banyaknya dokumen yang disahkan. Tidak ada korting dalam perhitungan. Mungkin karena untuk memperoleh posisi "basah" tersebut si petugas juga "membeli" dari kepala bagian kepegawaian.

Jadi, uang 5 ribu rupiah itu tidak receh. Bayangkan untuk meja yang "seharga" 10 ribu, 100 ribu. Kalikan seribu sehari. Kalikan sekian kantor. Kalikan sekian departemen. Seperti kata pak presiden Jokowi, itu bernilai triliunan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline