Lihat ke Halaman Asli

Mensetting Kembali Remaja Indonesia

Diperbarui: 17 Juni 2015   21:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di zaman globalisasi ini semuanya serba praktis dan mudahnnya mendapatkan informasi dari manapun dan apapun sumbernya. Namun dengan semakin majunya zaman seakan berbanding terbalik dengan perkembangan remaja Indonesia saat ini. Remaja dengan pribadi yang mudah menyerap informasi yang mereka dapatkan, menjadi korban utama dalam perkembangan globalisasi. Didukung dengan tontonan di tv yang kurang mendidik dengan variasi sinetron yang tidak masuk akal, serta kurangnya pengawasan orang tua membuat perkembangan remaja saat ini menjadi tidak sebagaimana mestinya. Hal ini menyebakan remaja tumbuh bukan menjadi pribadi yang optimis melainkan pribadi yang pesimis. Kita sering melihat remaja galau di social media seperti facebook, twitter, hanya karena masalah pribadi. Kalau bukan teman ya pacar, yang terakhir disebutkanlah yang paling sering terjadi. Curhat karena pacar. Remaja Indonesia mempunyai keunikan sendiri yang membedakannya dengan remaja dari negara lain, yaitu kalau tidak punya pacar maka bukan remaja namanya. Aneh memang, tapi itulah kenyataannya. Remaja Indonesia adalah remaja yang sibuk untuk mencari pacar dan memperbanyak koleksi mantan. Terdengar sedikit sakit jiwa tapi itulah yang terjadi sekarang. Mereka akan galau apabila tidak mempunyai pacar dalam 1 bulan dan akan depresi karena menjomblo dalam beberapa waktu yang lama. Hasilnya adalah meningkatnya tingkat aborsi, seks bebas di kalangan remaja. Perebutan pacar yang berujung pada kematian pun salah satu dampaknya. Berbagai tayangan sinetron di TV yang memperlihatkan kebobrokan para remaja Indonesia bisa menjadi penyebabnya. Kita melihat tayangan sinetron saat ini yang sangat tidak masuk akal dan memperlihatkan kehidupan bak dunia dongeng sedikit-banyaknya mempengaruhi para remaja.  Hedonisme, konsumerisme dan sifat ingin menang sendiri membuat tak jarang para remaja “menjual dirinya”, hanya agar mereka bisa menjadi sama seperti para pelaku sinetron. Pengaruh seperti ini membuat perkembangan mental remaja tidak sesuai dengan usia mereka. Hal ini belum lagi ditambah aksi sok jagoan para pelajar yang mereka lakukan di balap liar, tawuran yang seakan-akan menjadi budaya yang sangat mereka banggakan dan mengakar kuat didalam diri remaja kita. Mental kompetitif yang positif tidak ditemukan di dalam diri remaja Indonesia saat ini

Jika kita melihat ini, selanjutnya siapa yang ingin kita salahkan ? globalisasi? Ya banyak masyarakat kita yang menyalahkan efek globalisasi yang membuat mental remaja menjadi seperti ini. Namun kita tidak menyadari bahwa yang membuat mental remaja kita seperti ini adalah kita sendiri. Kurangnya pengawasan orang tua cenderung berakibat fatal pada perkembangan anak-anak mereka. Di kota besar, bisa jadi para orang tua memberikan semua fasilitas kepada anak mereka, namun apabila tidak ada pengawasan dan bimbingan orang tua yang baik  maka sia-sia saja fasilitas itu. Remaja di Indonesia tidak lagi melihat orang tua mereka sebagai role model didalam perkembangan mereka, namun mereka menjadikan peer group dalam hal ini adalah teman-teman mereka sebagai role model dan itu adalah hal yang alami. Namun apabila mereka berada pada peer group yang salah maka bisa dipastikan remaja tersebut akan terikut pengaruh yang salah pula. Namun hilangnya peran orang tua sebagai penyeimbang para remaja membuat remaja tumbuh berkembang ke arah yang salah.

Maka itu saat ini perlunya kesadaran dari para orang tua dalam mendidik anak mereka agar para remaja kedepannya dapat bertumbuh dengan baik. Orang tua merupakan media sosial yang utama dalam perkembangan remaja. Sebenarnya hal ini diperlukan sebuah pengertian dari orang tua dan anak di dalam menanamkan kembali nilai-nilai sosial yang diperlukan remaja di dalam tumbuh kembang mereka. Orang tua berperan dalam memberikan nasehat serta informasi mengenai apa yang benar dan salah kepada anak mereka. Selain itu peran institusi pendidikan dalam hal ini sekolah dan universitas untuk memberikan pengajaran dan menanamkan nilai-nilai sosial, moral dan kemanusiaan bagi para remaja. Semangat pendidikan yang diperlukan disini adalah semangat pendidikan yang membangun dan mendidik para remaja menjadi pribadi yang bermoral, manusiawi dan dapat bersosialisasi dengan sekitarnya. Pendidikan menjadi sarana yang penting untuk melahirkan para generasi penerus bangsa yang cerdas dan bermental kompetitif positif. Hal ini dapat digali dari berbagai aspek di dalam pendidikan. Kita tidak memerlukan sebuah institusi pendidikan yang senior menindas junior secara tidak manusiawi, namun kita memerlukan sebuah institusi yang membangkitkan rasa optimisme, kemanuisaan bagi remaja kita.

Hal ini patut menjadi perhatian karena remaja merupakan generasi penerus bangsa. Namun apabila kita mempunyai generasi penerus bangsa yang seperti sekarang ini maka bisa dibayangkan bagaimana Indonesia kedepannya. Maka dari itu kita memerlukan sebuah perubahan. Globalisasi yang sebagaimana disebutkan diatas bisa dijadikan potensi yang baik untuk remaja kita kedepannya apabila dapat di manfaatkan dengan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline