Lihat ke Halaman Asli

Elpiji, Bom dan Calon "Terorist" Itu Disekitar Kita

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hujan angin yg menerpa itu tampaknya sudah melampaui kemampuan fisik di usiaku.

Demi encok, sakit pinggang, punggung, sciatica, pegal linu atau apalah sebutannya, dokter menganjurkan untuk mandi air panas. Karena itu, demi menjaga stabilitas pasokan kuputuskan untuk menyimpan stok tabung gas. Satu habis, maka bongkar yg satunya, besoknya langsung beli untuk serep. Tentunya seperti petunjuk dan kebiasaan dalam rumah, demi keamanan, sebelum pakai bongkar karet sil nya, ganti yg bagus. Trus simpan yg lama buat dipasang lagi di tabung gas kosong nantinya....

Minggu malam terjadilah kasus pertama. Tabung gas serep 12 kg yg kubeli 5 bulan yll. kosyong blong! Haaa, macam mana pula ini ??? Terpaksalah , dengan hati sedikit dongkol badan mulai menggigil mandi air dingin.

Keluhan disampaikan kepada pihak penjual. Jawabannya enak dan renyah: "Aduh maaas, aku yg jualan gas aja berani nyetok paling lama 3 hari. Dalam 2 minggu, biasanya isi sudah tinggal separo...."

E-LADALAHHHhh !!! Kagetku bukan kepalang. Jadi selama ini ga ada yg namanya keselamatan kerja dan quality control, tohhh ???? Pantesan ajahhh, dimana-mana banyak kebakaran ! Seandainya stok gas dalam tabung disimpan diruangan tertutup, bukan mustahil BBG tadi menjadi sebuah BOM yg tidak diinginkan siapapun selain terrorist. Dan siapapun yang mengalami sulitnya biaya hidup, bisa saja gelap mata dengan mudah menjadi "terrorist", terutama karena tidak adanya kendali atas mutu, yang selanjutnya merugikan konsumen dan merasa diperlakukan tidak adil. Lalu dimanakah sebenarnya dan ngapain aja pemimpin dan kepemimpinan negeri yang maha indah dan kaya ini ????

Jawabannya : TANYA AJA SAMA RUMPUT BERGOYANG ! ITUPUN KALO MASIH ADA RUMPUT....

Elpiji tetap sangat berbahaya meskipun lebih murah dari minyak tanah. Kata orang Madura di Surabaya: "Lha murah kok, njaluk slamet...."

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline