Hallo teman-teman, kalian pasti pernah mendengar tentang Sragen bukan? Ya, Sragen adalah daerah Kabupaten kecil yang terletak di provinsi Jawa tengah. Tapi tahukah kamu Sragen memiliki tradisi budaya yang khas dan menjadi sorotan setiap tahunnya? Namanya adalah "Methil".
Aku baru saja mendapatkan wawasan tentang tradisi ini. Mungkin saja kalian tidak tahu tentang tradisi methil ini. Jadi mari kita mengenal kearifan lokal yang berada di Sragen. Jadi yang harus kalian tau dari tradisi ini tidak hanya dirayakan di sragen saja tetapi di beberapa daerah jawa seperti di daerah kabupaten Ngawi, Magetan, kota Madiun dan lain-lain. Setiap tahun para petani akan merayakan tradisi ini, karena tradisi methil ini sudah turun temurun dilakukan.
Jadi, apa itu Methil? Methil, dalam Bahasa Indonesia, memiliki makna yaitu mengambil atau memetik. Methil adalah sebuah tradisi yang tidak hanya mencerminkan sejarah lokal saja, tetapi juga mengandung nilai-nilai keberlanjutan dan sosial. Pada daerah Jawa, tradisi Methil menjadi momen tahunan yang dirayakan saat menjelang panen padi. Jadi, ini bukan sekedar perayaan atau upacara biasa, tetapi dalam tradisi ini memiliki makna yang mendalam bagi para petani di sana.
Upacara Methil sendiri digelar secara kecil-kecilan di tengah pesawahan dengan para petani yang berkumpul untuk melakukan sebuah ritual bernama bancaan. Dalam Ritual ini merupakan ungkapan syukur kepada Sang Pencipta atas datangnya musim panen. Dan yang menarik lagi, aspek alam dan lingkungan sangat terkait dalam tradisi ini loh.
Hal menarik yang harus teman-teman tau dari upacara methil ini yaitu mereka menyiapkan daun pisang atau daun jati sebagai alas untuk nasi, Ingkung ayan utuh, lauk pauk serta tidak lupa kemenyan yang dibakar sebelum didoakan bersama dengan bunga mawar merah dan putih. Semuanya diatur dengan begitu indah dan penuh makna didalamnya.
Hal yang perlu teman-teman ketahui ternyata ayam ingkung memiliki makna tersendiri di dalam tradisi methil. Aku baru saja menemukan sesuatu yang menarik tentang makna dari ayam ingkung. Kata "Ingkung" berasal dari bahasa Jawa Kuno, yaitu "Jinakung" dan "Manekung", yang artinya adalah memanjatkan doa.
Jadi, saat kita menyebut ayam ingkung, sebenarnya kita sedang memohon doa dan ayam ingkung sendiri memiliki arti mengayomi. Ternyata ketika ayam ingkung disajikan di upacara Methil, sebenarnya itu adalah bentuk pengayoman kepada para petani dan lingkungan sekitar. Ini bukan hanya sekadar hidangan, tapi juga simbol kehangatan. Selain sebagai hidangan santapan, ayam ingkung juga mengandung makna spiritual yang dalam. Ini seperti menyatukan doa dan kehangatan dalam satu sajian. Sungguh tradisi yang penuh makna, bukan?
Tujuan dari upacara ini sangat mulia karena upacara ini adalah sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah serta perlindungan lahan dari serangan hama. Namun, tradisi Methil bukan hanya soal adat saja. Tetapi simbol solidaritas dan persatuan di Sragen dan daerah lain.
Tradisi methil adalah momen untuk kebersamaan, saling berbagi sesama makhluk hidup maupun kepada alam dengan merayakan kekayaan budaya yang dimiliki dan bisa menjadi sarana sosialisasi pertanian ramah lingkungan yang berkelanjutan. Dari adanya Upacara methil ini dapat bisa menjadi kesempatan dan keuntungan bagi usaha para petani lokal untuk membangun jaringan dan kerja sama bisnis, baik dengan sesama produsen lokal maupun dengan pihak-pihak dari luar daerah.
Namun, sayangnya, dengan semakin berkembangnya zaman, tradisi Methil mulai memudar. Para petani jarang sekali mengadakan upacara methil. Tradisi Methil memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan melestarikan planet kita untuk generasi mendatang.
Oleh karena itu, sangatlah penting untuk menjaga dan melestarikan adat istiadat yang sudah turun temurun oleh nenek moyang. Jadi, teman-teman mari kita dukung dan melestarikan tradisi Methil. Karena ini adalah bagian dari kekayaan budaya yang harus kita rawat dan lestarikan agar dapat membantu menjaga keseimbangan ekosistem serta juga mendorong praktik pertanian berkelanjutan yang ramah lingkungan agar bermanfaat bagi petani, masyarakat, dan lingkungan. Jadi bagaimana menurutmu tentang tradisi methil ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H