Lihat ke Halaman Asli

Cantika Maya Claudia

Mahasiswa/Pelajar

Ancaman Kebebasan Pers Masih Belum Membaik

Diperbarui: 26 April 2021   09:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kebebasan pers dianggap penting karena Indonesia merupakan negara demokrasi yang identik dengan kebebasan untuk menyuarakan pendapat, kebebasan berekspresi, kebebasan informasi dan kebebasan pers. Kebebasan pers bukan berarti bisa semena-mena dalam menyampaikan informasi, tetapi pers harus bertanggung jawab dengan berita yang telah dikeluarkan. Karena berita atau informasi tersebut dikonsumsi oleh publik dan dapat mempengaruhi pemikiran publik secara langsung. Tanpa kebebasan pers kita tidak akan bisa memiliki demokrasi yang efektif. 

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengatakan bahwa kebebasan pers memburuk akibat kasus kekerasan terhadap jurnalis. Berdasarkan data advokasi AJI kasus kekerasan wartawan terjadi 848 kali sejak tahun 2006, dan presentase terbanyak terjadi pada tahun 2020 kemarin. Kasus kekerasan ini semakin menjadi-jadi karena penegakan hukum yang berjalan dengan lambat. "Tahun 2020 juga terjadi serangan siber pada jurnalis dan media yang belum pernah terjadi sebelumnya," kata Abdul Manan ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) saat konferensi pers Catatan Akhir Tahun AJI 2020 secara daring, pada senin 28 Desember 2020. Berbagai kekerasan terhadap jurnalis ini terjadi pada rentang 7-21 oktober 2020. Ada banyak hal yang menyebabkan terjadinya tindak kekerasan terhadap wartawan. Baik itu yang terjadi dikarenakan unsur kesengajaan ataupun unsur yang tidak disengaja. 

Tindak kekerasan yang terjadi karena unsur kesengajaan biasanya berkaitan dengan isi berita yang dibuat oleh wartawan. Misalnya dalam hal peliputan yang bersifat kontroversial yang menyangkut masalah isu korupsi, pada kondisi seperti ini wartawan akan banyak menghadapi tantangan dari pihak yang tidak menginginkan aibnya terbongkar. Selain itu tindakan kekerasan yang menimpa wartawan juga disebabkan karena ketidakpuasan nara sumber terhadap isi berita yang telah dibuat. Untuk menunjukkan ketidakpuasannya, mereka melampiaskan dengan melakukan kekerasan terhadap wartawan. Kekerasan wartawan ini tidak hanya terjadi secara fisik, namun AJI juga mencatat kekerasan terhadap jurnalis pada ranah digital seperti peretasan dan doxing. Doxing adalah pelacakan dan pembongkaran identitas seseorang, yang kemudian disebar luaskan di media sosial untuk tujuan yang negatif. 

Kasus di dunia maya menjadi kasus kekerasan baru terkait kekerasan pada jurnalis. Serangan di dunia maya dilakukan dengan cara mengekspos identitas, ancaman pembunuhan dan teror. Hal ini terjadi karena efek media massa yang brutal. Dewan pers seharusnya melindungi kerja para jurnalis dan menangani berbagai laporan pelanggaran kode etik jurnalistik seperti yang diamanatkan dalam undang-undang. Karena Indonesia merupakan salah satu negara yang menjamin kebebasan pers dan itu merupakan salah satu tugas dari dewan pers. 

Meskipun kebebasan pers sudah dijelaskan pada Undang-undang pasal 4 ayat 1 dan 2 Nomor 40 Tahun 1999, tingkat kekerasan wartawan di Indonesia masih sangat tinggi. Pasal tersebut menjelaskan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara dan pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran. Kebebasan pers yang dimaksutkan bukanlah yang tanpa batas, tetapi kebebasan pers tetap dibatasi agar tidak melanggar ketentuan hak asasi manusia. Kebebasan pers di Indonesia harus dilaksanakan sesuai dengan kode etik jurnalisme. Kode etik jurnalistik merupakan etika profes kewartawanan yang merefleksikan peraturan-peraturan yang wajib dipatuhi oleh insan pers. Kode etik jurnalistik harus dipatuhi oleh seluruh insan pers agar tercipta kebebasan pers yang ideal. 

Kebebebasan pers ideal yakni kebebasan yang tidak mengganggu kepentingan publik serta tidak melanggar hak asasi manusia. Organisasi perusahaan pers dan organisasi pers yang sudah terverifikasi dan menjadi konstituen dewan pers adalah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI) merupakan konstituen Dewan Pers mewakili unsur organisasi wartawan di Indonesia. Upaya yang dilakukan terhadap kekerasan wartawan biasanya bermacam-macam, dari mediasi hingga menempuh jalur hukum. Menempuh jalur hukum yang dilakukan wartawan dilakukan apabila usaha mediasi antara kedua belah pihak tidak menemukan titik temu. 

Upaya melalui jalur hukum inilah yang nantinya dicari tahu, apabila terjadi tindak kekerasan kepada wartawan saat menjalankan tugas jurnalistiknya. Berkaca dari catatan kekerasan terhadap pers tahun kemarin dan tahun tahun sebelumnya, ancaman terhadap kebebasan pers di Indonesia pada tahun 2021 masih tetap tinggi. Saya berharap bahwa pemerintah dan Presiden Joko Widodo harus memperlihatkan kebijakan jaminan kebebasan pers. Salah satunya melalui upaya yang sungguh-sungguh dalam penegakan hukum atas berbagai laporan kasus kekerasan yang sudah diterima oleh Kepolisian RI. Karena sesungguhnya jika kebebasan pers terancam, yang dirugikan ialah publik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline