Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PPP, Illiza Sa'aduddin Djamal, meminta Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim untuk mengevaluasi kembali Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Hal itu disampaikan Illiza dalam rilis yang diterima media, Senin, (7/11/2021)
Anggota parlemen asal Aceh tersebut menilai Permendikbud ini sebaiknya di evaluasi kembali atau dicabut oleh Kemendikbudristek karena berpotensi menfasilitasi perbuatan zina dan perilaku menyimpang seksual (LGBT).
"Sebaiknya Permendikbud yang telah dikeluarkan itu dievaluasi kembali atau dicabut Karena peraturan ini secara tidak langsung dapat merusak standar moral mahasiswa dilingkungan perguruan tinggi," kata Illiza.
Dirinya memandang dalam peraturan tersebut, "standar benar dan salah aktivitas seksual tidak lagi berdasar pada nilai-nilai agama dan prinsip Ketuhan yang Maha Esa, namun hanya berdasar pada persetujuan dari para pihak. Hal ini berimplikasi selama tidak ada pemaksaan, penyimpangan tersebut menjadi benar dan dibenarkan, meskipun dilakukan di luar pernikahan yang sah," tandasnya.
Tidak hanya itu, Illiza juga menegaskan, Permendikbud No 30 Tahun 2021 bertentangan dengan visi pendidikan terutama Pasal 31 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa:
"Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan perundang-undangan".
Oleh karena itu Illiza meminta secara bijak agar Kemendikbudristek dalam menyusun kebijakan dan regulasi sebaiknya lebih akomodatif terhadap hati nurani publik terutama berbagai unsur penyelenggara Pendidikan Tinggi, ini penting karena dengan akomadatif terhadap pemenuhan publik maka peraturan tersebut lebih mendapatkan perspektif dari masyarakat luas.
"Kami minta Kemendikbudristek dalam menyusun kebijakan dan regulasi sebaiknya lebih akomodatif terhadap hati nurani publik, terutama berbagai unsur penyelenggara Pendidikan Tinggi. Ini penting karena dengan mengakomodasi perasaan publik maka peraturan tersebut lebih mendapatkan perspektif baik dari masyarakat luas," pungkasnya. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H