Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemdikbudristek RI kembali menyelenggarakan Webinar Serial Entrepreneurhip, pada Jumat, (3/9/2021). Webinar dengan menggunakan aplikasi Zoom tersebut menghadirkan sejumlah narasumber inspiratif.
Dengan mengangkat tema "Menuju Entrepreneurial University, Mencetak Lulusan Siap Berwirausaha", webinar ini diikuti oleh ratusan peserta dari kalangan PTV (Perguruan Tinggi Vokasi) se-Indonesia.
Didapuk sebagai moderator seminar bersama Sariadi sebagai co moderator, Wikan Sakarinto (Pak Dirjen Vokasi) yang hingga sekarang masih tercatat sebagai pembina kewirausahaan di sekolah vokasi UGM itu, melakukan intro dengan menginformasikan jika kewirausahaan telah menjadi tipikal pendidikan di Indonesia, hampir semua kurikulum sudah memasukkan pendidikan kewirausahaan.
"Namun fakta mencengangkan, jumlah entrepreneur di Indonesia masih tertinggal dari negara tetangga sekalipun, kita masih di angka tiga persen jumlah entrepreneur yang bisa diandalkan," ujar Wikan.
Para pembicara yang menginspirasi, selain hadir Prof Otto Purnawarman dari Politeknik Manufaktur Bandung, Rida Sakra Muhammad, Ketua Alumni Politeknik Manufaktur Bandung yang kini sukses sebagai pengusaha, juga Toronata Tambun, Founder and CEO Aren Energy Investment Pte. Ltd , Singapore, alumni Harvard Business School & Affiliate MIT Aloan School of Management.
Toronata memulai sesi sebagai pembicara pertama menguraikan materi nan bergizi kepada peserta webinar terkait hal apa saja yang harus ada agar "Entrepreneurial University" bisa dicapai di masa datang.
Dalam paparannya yang lebih kurang 20 menit, ia mengisyaratkan setidaknya ada tujuh prasyarat utama yang harus dipenuhi untuk menghasilkan entrepreneur sejati saat ini di kampus vokasi. Nah apa saja?
Berikut poin-poin yang dirangkum dari webinar tersebut:
- Perlu proses panjang yang dimulai sejak dini ketika seseorang berusia 5 tahun. Dari pendidikan SD, SMP dan SMA. Menciptakan seorang entrepreneur dengan opportunity-based entrepreneur memerlukan keterlibatan banyak pihak, keluarga, sekolah, dan lingkungan. Seperti kata pepatah: It takes a village to raise a kid. Bedakan dengan wirausaha yang lahir karena "keterpaksaan" (necessity-based entrepreneur).