Sering kawan-kawan saya bercanda dengan kalimat 'pat ku stempel?' Candaan itu biasanya terjadi mana kala ada situasi berkaitan dengan topik jabatan, surat menyurat, atau perihal administrasi.
Misalnya seorang teman sedang sibuk-sibuknya mengurus surat untuk pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Lantas ia sudah bolak-balik ke kantor berwenang untuk tanda tangan pejabat bersngkutan lengkap dengan stempelnya.
Namun urusan-urusan remeh temeh itu tidak kunjung selesai meskipun sudah menghabiskan waktu berhari-hari bahkan sampai seminggu. Pejabat yang mau dijumpai itu tak kunjung bertemu, apalagi tanda tangan dan stempel instansi. Contohnya, urusan di Kantor Lurah, Bupati, bahkan urusan dengan Gubernur.
Jika keadaannya seperti itu, siapa sih yang tidak kesal? Mungkin hampir semua kita merasakan hal yang sama yakni kesal bin jengkel. Lalu, agar kita tidak terbawa marah dan stress, biasanya energi negatif tersebut kita lepas dan buang dengan sebuah candaan dengan teman-teman. Ntah ketemu di warung kopi atau lagi sama-sama berada di lapangan parkir sedang menunggu sang pejabat.
"Pat ku stempel?" (dimana ku stempel?) itulah pertanyaan teman senasib yang sering diucapkan bila melihat teman lainnya sudah terlihat murung dan jengkel karena urusan yang tidak beres-beres. Seolah-olah pertanyaan tersebut datangnya dari sang pejabat yang sedang dinanti-nantikan. Mendengar gurauan bernada nyinyir seperti itu membuat semua jadi tertawa, dan suasana pun segar kembali.
Namun dalam beberapa hari ini pembicaraan publik tentang stempel justru lebih lawak dari candaan teman saya tadi. Lawak karena kejadian itu dilakukan oleh pejabat negara. Kok bisa Pemkab Pidie memberikan stempel Gubernur Aceh pada Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Pidie 2018, yang ditandatangani oleh Wakil Bupati Pidie Fadhullah yang dibacakan pada Rapat Paripurna di Gedung DPRK Pidie, Kamis (20/6/2019).
Bukan hanya sekedar lawak bahkan kasus yang tidak biasa terjadi itu menjadi sangat heboh di tengah-tengah masyarakat Pidie dan Aceh, dan ramai dibicarakan warga.
Bermula dari anggota DPRK Pidie Isa Alima pertama kali melakukan interupsi ketika Wakil Bupati Pidie Fadhullah, TM Daud sedang membacakan LKPJ tersebut saat melihat stempel LKPJ bertuliskan Gubernur Aceh.
Wakil Bupati Pidie Fadhlullah T. M. Daud mengaku sangat terkejut dan langsung meminta maaf sebesar-besarnya begitu mengetahui adanya kekeliruan. Hal itu ia lakukan sesuai sidang. Namun permohonan maaf Wabup Pidie itu tidak serta merta masalah tersebut selesai.
Atas kekeliruan tersebut tentu saja membawa konsekuensi. Karena ini persoalan mengelola pemerintahan daerah. Mereka adalah pejabat negara yang diberikan amanah oleh rakyat untuk mengatur dan mengelola daerah dengan baik. Tidak boleh main-main apalagi membuat kesalahan fatal dengan sengaja.