Lihat ke Halaman Asli

Hamdani

TERVERIFIKASI

Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Manuver Politik Menuju 2024

Diperbarui: 9 Juni 2019   05:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi silaturrahmi politik [BeritaSatu.com]

Dalam dua pekan terakhir menjelang Hari Raya Idul Fitri 1440 H, keluarga Yudhoyono atau lebih dikenal dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menuai banyak pujian dan simpati masyarakat sekaligus cibiran sinis netizen.

Banyak menuai pujian dan simpati karena telah wafatnya Ibu Hj. Kristiani Herrawati Letjen (Purn) Sarwo Edi. Beliau menghembuskan nafas terakhirnya di sebuah rumah sakit di Singapura setelah empat bulan berjuang melawan penyakit kanker darah yang ia derita.

Semenjak dirawat SBY benar-benar membuktikan kesetiaan cintanya pada Ibu Ani hingga berakhir dengan takdir kematian. Itulah janji mereka di depan penghulu untuk saling setia sampai ajal tiba, dan janji itu oleh SBY tidak dikhianati. Karena itu pula publik semakin bersimpati pada SBY dan anak-anak mereka yang selalu mendampingi Ibu Ani sejak berada di rumah sakit tersebut.

Apakah SBY juga setia dalam berpolitik?
Tampaknya inilah asal muasal penyebab banjirnya cacian, makian, dan hujatan yang datang ke kubu SBY beserta Partai Demokrat yang dipimpinnya, bahkan sinisme itu lebih besar dari jumlah simpati yang datang saat Ibu Ani wafat. SBY dinilai oleh sebagian masyarakat Indonesia terutama netizen sebagai sosok yang tidak setia bahkan cenderung mengkhianati kawan dalam berpolitik.

SBY memang sudah identik dengan sifat ragu-ragu, inkonsisten, dan lamban dalam membuat keputusan. Publik mungkin masih ingat betapa Megawati dan Partai PDIP pernah dikhianati oleh SBY saat menjadi menterinya Bu Mega. Dan sepertinya sejarah itu terus berulang.

Walaupun hari ini (8/6) Wakil Sekjen PDIP Ahmad Basarah menilai berpindahnya dukungan Partai Demokrat ke pasangan Jokowi-Ma'ruf tak bisa disebut sebagai pengkhianatan. Menurutnya perpindahan dukungan suatu partai merupakan kewajaran dalam politik.

Terlepas apakah itu pengkhianatan atau bukan terhadap koalisi yang tergabung dalam BPN yang mengusung capres-cawapres Prabowo-Sandi, namun yang pasti, publik sudah memiliki rapor SBY, AHY, dan Partai Demokrat.

SBY kloning AHY
Kehebatan SBY dalam berpolitik tidak dapat diragukan. Sejak reformasi, satu-satunya presiden yang berhasil berkuasa dua periode, SBY lah orangnya.

Kepiawaian Ketua Umum Partai Demokrat itu bahkan tidak hanya dalam politik praktis, dalam melahirkan kader politik pun SBY sangat mumpuni. Buktinya SBY berhasil mengkloning AHY sebagai "copy-paste" dirinya.

AHY pernah berkarir di militer, tampan, dan memiliki kemampuan komunikasi yang sangat bagus, terstruktur, formal, dan sedikit jaga image (jaim), istilah zaman now. Dari jalur militer kemudian AHY menjadi putra mahkota Partai Demokrat sebagai generasi kedua trah Cikeas terjun ke dunia politik.

Mantan Cagub DKI Jakarta itu mulai aktif terjun kedunia politik, tidak tanggung-tanggung AHY langsung dipasang sebagai kontestan pilkada DKI Jakarta, padahal pengalaman politiknya masih nol besar. Hingga peran AHY dalam posisi koalisi BPN pun sangat strategis mewakili Partai Demokrat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline