Lihat ke Halaman Asli

Hamdani

TERVERIFIKASI

Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Refleksi Idul Fitri sebagai Cerminan Manusia Terlahir Kembali

Diperbarui: 7 Juni 2019   17:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ribuan umat muslim menunaikan shalat Id di depan Gereja GMIT Kalvari Kota Maumere, Flores, Nusa Tenggara Timur, Rabu (5/6/2019)/FOTO: Kompas.com/Nansianus Taris

Hari Raya Idul Fitri 1440 H yang sedang dijalani oleh umat Islam dalam beberapa hari ini bukan saja sebuah ritual ibadah sebagai pertanda bahwa ramadan telah berakhir. Tetapi juga sebagai manifestasi ibadah selanjutnya paska ibadah puasa usai.

Disebut manifestasi ibadah lanjutan dari berpuasa, karena hari raya idul fitri merupakan satu paket ibadah yang didalamnya memuat pengagungan nama Allah Subhanahu Wata'aala atas pengampunan yang telah diberikan Nya kepada orang-orang mukmin yang telah berhasil ketika berpuasa.

Namun berbeda halnya dengan ibadah puasa, hari raya idul fitri diisi dengan hal-hal yang bersifat kegembiraan, kebahagiaan, dan suasana saling berkasih sayang antara setiap muslim. Pada hari raya setiap muslim menampakkan sikap saling memaafkan atas segala kesalahan, dan menguatkan silaturrahmi.

Sebagai sebuah tradisi yang bernafaskan Islam, masyarakat Indonesia terlihat sangat kental dengan nuansa saling bertamu dan berkunjung ke rumah-rumah saudara, kerabat, dan tetangga bahkan teman dan kenalan jauh sekalipun. Mereka mendatangi setiap rumah dengan tujuan utama untuk saling bertemu dan bermaaf-maafan.

Menurut nilai-nilai yang dianut oleh umat muslim di Indonesia, mendapatkan pintu maaf dari setiap muslim yang lain akan sangat bernilai untuk menambah kualitas ketaqwaan mereka kepada Allah Subhanahu Wata'aala setelah ibadah puasa dilaksanakan.

Begitu pula dalam konteks sosial. Suasana Idul fitri dapat memperkuat nilai-nilai sosial yang sudah terbangun. Bahwa dalam kehidupan sehari-hari setiap orang pasti membutuhkan orang lain dan karenanya hubungan sosial harus terus dirawat dan dipelihara agar kehidupan yang harmonis dapat terus berlangsung.

Apalagi sejak berlangsungnya pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden beberapa waktu lalu, akibat berbeda pilihan telah menggiring masyarakat Aceh pada perpecahan. Bahkan ada kasus yang membuat hubungan suami istri jadi rusak gegara beda pilihan politik.

Dalam negara demokrasi sejatinya perbedaan pilihan politik adalah hal yang lumrah. Demokrasi yang sudah mengalami pendewasaan tidak lagi berbicara pada aspek perbedaan atau pun kesamaan. Namun orientasinya sudah menuju kearah apa dampak positif yang mereka bisa peroleh dari demokrasi itu sendiri.

Menurut Rizki Bachtiar dalam tulisannya yang dipublikasi oleh detikcom (5/3/2018) dilihat dari klasifikasi rezim, Indonesia termasuk dalam flawed democracy.

Secara umum flawed democracy dalam sebuah negara ditandai dengan adanya pemilihan umum yang bebas dan adil serta menghormati kebebasan sipil, namun memiliki kelemahan dalam pemerintahan yang signifikan, budaya politik yang belum terlalu sehat, dan rendahnya tingkat partisipasi politik.

Demokrasi di Indonesia sepintas hanya fokus kepada pemenuhan hak-hak politik saja dengan diselenggarakannya pemilihan umum baik di pusat maupun di daerah. Namun hak-hak sipil dalam beberapa kasus terabaikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline