Lihat ke Halaman Asli

Hamdani

TERVERIFIKASI

Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Puasa Ramadan dan Esensi Manusia

Diperbarui: 10 Mei 2019   00:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jamaah shalat tarawih tekun mengikuti ceramah agama di Masjid Babul Maghfirah Gampong Tanjung Selamat, Aceh Besar, Kamis (10/05/2019) | Foto: Wirzaini Usman Al-Mutiarai

Dalam ceramah singkat sebelum pelaksanaan ibadah shalat tarawih, Dr. Tgk Jabbar Sabil, MA bertindak sebagai penceramah di Masjid Babul Maghfirah Gampong Tanjung Selamat, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar mengupas sebuah tema menarik tentang puasa ramadan dikaitkan dengan esensi manusia.

Dengan mengutip sebuah hadits yang bermakna bahwa puasa bukan hanya menahan diri makan dan minum bila tidak diikuti oleh kesanggupan menahan diri dari perkataan-perkataan yang tidak bernilai dan buruk, Dr. Jabbar Sabil, MA mulai menjelaskan inti ceramahnya secara pelan namun mantap.

Dalam penafsiran yang beliau sampaikan adalah puasa yang hanya mengandalkan kemampuan tidak makan dan minum adalah makna puasa pada tataran yang sangat dangkal, atau dengan kata lain puasa yang demikian adalah puasanya orang awam ('am/umum), sedangkan Allah Swt sama sekali tidak memiliki kepentingan terhadap perilaku tidak makan atau tidak minumnya orang yang berpuasa.

Memang bila ditinjau dari segi kesehatan, telah ditemukan oleh para peneliti bahwa orang yang berpuasa itu akan menjadi sehat. Hasil penelitian ini tentunya sejalan dengan hadits Rasulullah yang memiliki makna "berpuasalah maka kamu sehat". Pertanyaannya, puasa yang bagaimana membuat kita sehat?

Jika dikaitkan dengan puasa karena tidak makan dan minum namun kita menjadi sehat, berarti sehat yang diperoleh hanya melingkupi fisik manusia saja. Dan puasa tidak makan dan minum saja maka fisik akan sehat.

Tetapi jangan lupa bahwa yang namanya manusia terdiri dari 2 (dua) unsur utama yaitu unsur fisik (jasmani) dan rohani (ruh). Bukan manusia namanya jika kehilangan salah satunya.

Kemudian jika puasa adalah perbuatan tidak makan dan minum saja, ini berarti kita hanya berpuasa jasmani sahaja. Sekali lagi puasa yang seperti ini, dan Allah Swt tidak berkepentingan dengan makan dan tidak minumnya kita.

Baik, sekarang mari kita lihat puasa dalam tinjauan yang lebih dalam lagi. Puasa adalah persoalan nafsu, artinya nafsu merupakan  bagian dari ruh. Ini masalah kejiwaan.

Menurut ahli ilmu kejiwaan atau para psikolog berpendapat bahwa jiwa manusia itu bisa berubah baik dan bisa pula berubah menjadi buruk. Jiwa manusia yang dihiasi dengan puasa yang hanya menahan diri tidak makan dan minum saja mungkin akan baik ketika itu karena ia berada pada lingkungan yang baik. Tetapi kondisi itu dapat berubah kembali menjadi buruk mana kala ia berada pada lingkungan yang buruk.

Itulah yang disebutkan oleh Allah Swt dalam Al-Quran bahwa ruh (nafs) manusia dibagi pada 2 (dua) potensi yaitu "fujuraha" dan "taqwaha", keburukan dan ketaqwaan. Maka beruntunglah mereka yang menyucikan jiwanya dengan berpuasa bukan menahan diri dari makan dan minum tapi juga menahan diri dari perkataan-perkataan, dan perbuatan-perbuatan yang kategori "fujuraha".

Kemudian lebih jauh dan dalam lagi jika kita melihat puasa. Mari kita kembali melihat aspek dan unsur manusia sebagaimana telah dijelaskan diatas, bahwa manusia terbagi pada 2 (dua)  bagian utama yaitu jasmani dan rohani.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline