Lihat ke Halaman Asli

Hamdani

TERVERIFIKASI

Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Illiza Sa'aduddin Djamal, Pendapatan Asli Aceh Stagnan

Diperbarui: 24 Maret 2019   06:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Illiza Sa'aduddin Djamal, Wali Kota Banda Aceh periode 2014-2017 menjadi pembicara pada seminar di Politeknik Kutaraja, Sabtu (23/03/2019). Foto: Armand

"Aceh terlena dengan Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA), karena itu kurang berupaya untuk meningkatkan pendapatan dari sektor lain, yang menjadi pendapatan asli daerah", demikian dikatakan Illiza Sa'aduddin Djamal ketika mengisi acara seminar dihadapan mahasiswa Politeknik Kutaraja Banda Aceh, Sabtu (23/03/2019).

Seminar yang bertemakan Peran Leadership dalam Pengelolaan Keuangan Daerah. Diikuti oleh seratusan peserta dari berbagai kalangan, terutama mahasiswa dan dosen. Bukan hanya dari kalangan dosen dan mahasiswa Politeknik Kutaraja sebagai penyelenggara acara tetapi juga dari berbagai perguruan tinggi lainnya di Aceh.

Menurut Illiza Sa'aduddin Djamal pengelolaan keuangan daerah erat kaitannya dengan efesiensi dan transparansi. Seorang kepala daerah harus mampu mengawal seluruh proses perencanaan pendapatan dan pelaksanaan anggaran secara efektif. Sehingga postur keuangan akan lebih berimbang.

"postur keuangan daerah yang berimbang ditopang oleh dana transfer dan juga pendapatan asli daerah yang terus meningkat dan tumbuh dari berbagai sektor ekonomi, namun sayang pendapatan asli Aceh sepanjang tiga tahun terakhir cenderung stagnan." kata Illiza.

Dikaitkan dengan leadership, maka Aceh membutuhkan sebuah kepemimpinan yang visioner. Pemimpin yang tidak terlena dengan DOKA dan nyaman dengan dana transfer pusat saja, sehingga tidak ada upaya yang signifikan dalam menggenjot pendapatan asli Aceh (PAA). Padahal DOKA akan segera berakhir.

Illiza menambahkan pemimpin Aceh perlu memikirkan bagaimana postur keuangan daerah Aceh paska DOKA 2027. Apalagi saat ini dengan dana besar itu juga tidak mampu menurunkan angka kemiskinan di Aceh secara signifikan. Hal ini berarti tata kelola DOKA patut menjadi pertanyaan publik.

Berdasarkan pengalamannya sepanjang memimpin Kota Banda Aceh baik pada saat sebagai wakil wali kota maupun ketika menjabat sebagai wali kota, seorang kepala daerah mesti kreatif menggali sumber-sumber pendapatan daerah untuk menambah kemampuan fiskal dalam membiayai pembangunan daerahnya.

Selain itu dalam tata kelola keuangan daerah juga perlu mengoptimalkan teknologi elektronik untuk menciptakan tranparansi dan mencegah kebocoran anggaran. Dengan sistem berbasis elektronik akan mudah dipantau dan awasi serta menilai kinerja aparatur. Sehingga perilaku amanah, jujur dan bersih akan menjadi budaya kerja aparatur.

Sementara itu Dr. Muhammad Nasir, M.Si.,MA. Ketua Jurusan EKP Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah yang juga menjadi pembicara pada seminar tersebut dalam pemaparannya mengatakan pengelolaan keuangan daerah di era otonomi daerah memberi implikasi bagi publik.

Otonomi daerah seyogyanya dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks tata kelola keuangan daerah adalah adanya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang baik, kehidupan demokrasi yang semakin maju, keadilan, pemerataan, serta adanya hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dan antar daerah.

Menurut Nasir keadaan tersebut hanya akan tercapai apabila lembaga sektor publik dikelola dengan memperhatikan value for money (VFM). Konsep VFM tersebut penting bagi pemerintah sebagai pelayan masyarakat karena dapat meningkatkan efektivitas pelayanan publik, meningkatkan mutu pelayanan publik, efesien, berorientasi pada kepentingan publik, dan meningkatkan public cost awarness.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline