Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Republik Indonesia, Jend (purn) Moeldoko sekaligus Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo - Ma'ruf Amin, mengajak seluruh pendukung petahana untuk perang total memenangkan Jokowi.
Pernyataan tersebut dilontarkan Moeldoko saat memberikan sambutan dalam acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Kehumasan dan Hukum Seluruh Indonesia Tahun 2019 di Hotel Bidakara, Jakarta, 11 Februari 2019, sebagaimana disiarkan oleh tempo.co.
Moeldoko yang selama ini sangat dikenal oleh rakyat Indonesia karena pernah memegang kekuasaan tertinggi di militer, sebagai mantan Panglima TNI, ia ditinjuk oleh Presiden Jokowi sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP) menggantikan Teten Masduki yang sebelumnya juga pernah dijabat oleh Luhut Binsar Panjaitan.
Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia adalah jabatan setingkat menteri yang bertugas memimpin pelaksanaan tugas dan fungsi Kantor Staf Presiden yaitu bertugas memberikan dukungan kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam melaksanakan pengendalian program-program prioritas nasional, komunikasi politik, dan pengelolaan isu strategis. Kepala Staf Kepresidenan bertanggungjawab kepada Presiden.
Sebagai bagian dari struktur lembaga Kepresidenan, Moeldoko memiliki tanggungjawab besar terhadap negara terutama dalam kaitannya dengan tugas dan fungsi presiden. Sehingga seluruh ucapan, tindakan, dan sikapnya akan merepresentasikan dirinya sebagai pejabat negara.
Kita perlu membedakan antara negara dan pemerintah. Barangkali untuk penjelasan perbedaan antara negara dengan pemerintah akan diurai pada tulisan yang lain. Yang jelas Moeldoko sebagai Kepala Staf Kepresidenan merupakan alat negara bukan alat pemerintah.
Sehingga dalam kapasitas itu Moeldoko berbicara tentang konsolidasi peran lembaga hubungan masyarakat (humas) menjadi sangat tepat. Upaya KSP untuk melakukan singkronisasi dan harmonisasi antara humas ditingkat nasional dengan humas disetiap daerah agar dapat menjalankan fungsi dan perannya dengan baik patut didukung. Namun yang perlu digarisbawahi adalah semuanya dalam konteks kepentingan negara.
Akan tetapi bagaimana jika Moeldoko justru berbicara tentang perang total dan mengajak praktisi humas se Indonesia untuk memenangkan salah satu paslon? Apakah hal tersebut tidak keliru? Apakah tidak melanggar aturan? Apalagi praktisi humas itu pada umumnya adalah berstatus pegawai negeri sipil (PNS).
Dalam rakoornas itu Moeldoko menegaskan bahwa saat ini timnya sudah masuk dalam strategi kampanye perang total. "Kami nyatakan sudah mulai perang total. Kami sudah menentukan center of gravity dari pertempuran itu, sehingga kami tahu harus bagaimana," ujar Moeldoko.
Kalau menurut pandangan saya, pernyataan Moeldoko bukan hanya tidak tepat dalam memilih diksi 'perang total' juga disampaikan pada forum yang tidak sepatutnya. Mengingat posisinya sebagai pembantu presiden dan bukan calon presiden. Atau barangkali ia bicara dalam kapasitas sebagai wakil ketua TKN? Jika itu alasannya maka justru semakin salah tempat.
Idealnya Moeldoko mampu menempatkan diri ketika berbicara. Kalau memang sebagai TKN maka tinggal disesuaikan. Mudah-mudahan kasus ini dapat menjadi perhatian Presiden Jokowi kedepan. Dan bisa pula menjadi contoh bagi kubu Prabowo-Sandi dan Badan Pemenangan Nasional (BPN). (*)