Lihat ke Halaman Asli

Hamdani

TERVERIFIKASI

Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Laporan "World's Most Literate Nations", Indonesia Darurat Literasi Membaca

Diperbarui: 29 Januari 2019   10:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi membaca (shutterstock.com)

Tidak ada pengetahuan tanpa membaca. Membaca merupakan kegiatan yang sangat penting dalam menggali ilmu dan meningkatkan wawasan. Dengan membaca, setiap orang memiliki kesempatan untuk mengembangkan pemikirannya. Membaca yang dimaksudkan tentu saja dalam arti yang luas. Bukan hanya membaca yang tersurat namun juga tersirat.

Membaca berkorelasi dengan kecerdasan, karena aktivitas membaca akan merangsang otak dalam memproses setiap input. Manakala aktivitas otak bekerja secara optimal dalam mengolah, menganalisa, merumuskan, dan membuat ikhtisar setiap data serta informasi, maka akan menghasilkan sebuah kecerdasan.

Aktivitas berpikir adalah bagian terpenting dari fungsi otak. Melalui berpikir, maka potensi nalar manusia akan berkembang. Apalagi dengan berpikir hal-hal yang positif dan bermanfaat, maka nilai manusia semakin berkualitas. Oleh karena itu membaca dan berpikir akan mengantarkan seseorang menjadi cerdas.

Budaya membaca memang sudah ada sejak memasuki zaman modern. Era membaca saat ini dikenal dengan literasi baca. Literasi sendiri dapat diartikan sebagai kemampuan menulis dan membaca, pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu, serta kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup.

Dalam pandangan umum, literasi dapat maknai sebagai kegiatan mencari tahu dan menambah ilmu pengetahuan. Salah satu kegiatan yang dapat dikategorikan literasi seperti membaca, belajar, menulis, berhitung, dan lain sebagainya. Dan saat ini literasi dapat dikelompokkan sesuai dengan bidang pengetahuan dan ilmu. Misalnya literasi sastra, teknologi, dan sejarah.

Dengan demikian budaya membaca dapat dikatakan sebagai budaya literasi membaca. Pada umumnya budaya literasi baca berkembang mengikuti kebiasaan pada suatu tempat atau komunitas. Di negara-negara maju budaya membaca sudah sangat tinggi. Bahkan aktivitas membaca sudah menjadi kebutuhan setiap individu.

Sebagai contoh negara Finlandia, berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh organisasi pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan PBB (UNESCO) yang dirangkum dalam laporannya tahun 2016, negara tersebut menduduki peringkat pertama dunia dengan tingkat literasi paling tinggi. Sedangkan Indonesia hanya peringkat 60 dari 61 negara yang disurvei.

Bahkan menurut data kementerian koordinator bidang pembangunan manusia dan kebudayaan, rata-rata orang Indonesia hanya membaca buku sebanyak tiga hingga empat kali dalam seminggu, dengan menghabiskan waktu 30-60 menit per hari. Jumlah buku yang ditamatkan pun hanya 5 hingga sembilan buku per tahun.

Dengan kenyataan tersebut sungguh sangat memilukan dan ironi. Meskipun Indonesia negara baru merdeka atau belum berusia satu abad. Tetapi Indonesia tidaklah tergolong negara yang terbelakang. Bahkan dalam banyak aspek Indonesia lebih maju dari beberapa negara lain. Pun begitu, tingkat minat baca orang Indonesia patut menjadi perhatian kita bersama.

Sehingga memang tidak berlebihan jika ada pihak yang menggaris-bawahi kalau literasi Indonesia saat ini sedang mengalami krisis, atau lebih tepat disebut darurat literasi. 

Mereka beralasan pembangunan literasi ilmu dan lebih spesifik literasi baca telah berada pada titik terendah dan mendekati kepada kehancuran. Jika kondisi ini dibiarkan saja, maka pada fase berikutnya akan terjadi pembodohan massal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline