Lihat ke Halaman Asli

Hamdani

TERVERIFIKASI

Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Politik Kemanusiaan

Diperbarui: 23 Januari 2019   08:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: memotimurlumajang.id

Berita dibebaskannya narapidana terorisme Abu Bakar Ba'asyir menuai protes dari beberapa kalangan. Terutama kalangan yang merasa pernah dirugikan oleh tindakan Ustazd Abu Bakar Ba'asyir. Ia yang diduga sebagai otak jaringan terorisme di Indonesia dan telah divonis pengadilan 15 tahun penjara.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan rencana pembebasan Ba'asyir tersebut. Karena apa yang dilakukan oleh pemerintah sebagai sebuah upaya membantu Ba'asyir atas dasar kemanusiaan. Dengan memandang sang gembong terorisme yang memiliki jaringan internasional, Abu Bakar Ba'asyir layak dibebaskan karena sudah uzur atau usia lanjut.

Namun justru yang menjadi seolah-olah salah adalah ketika persoalan ini digunakan untuk kepentingan politik. Dengan mengangkat isu kemanusiaan, sehingga melahirkan opini yang melegitimasi tindakan pemerintah yang notabene juga capres. Lalu publik menilai hal ini sebagai kristalisasi politik kemanusiaan yang coba dimainkan.

Politik kemanusiaan yang dimaksud adalah strategi mempengaruhi rakyat dengan mengedepankan isu-isu nilai kemanusiaan dalam kebijakan politik. Politik disini bisa politik partai, individu, bahkan bisa pula politik negara sebagai suatu diplomasi dan persuasi.

Target politik kemanusiaan memang menarik untuk dilakukan. Ini ibarat kemasan politik yang dapat memberikan nilai tambah. Tujuan akhir tentu saja terakumulasi pada politik elektabilitas. Apalagi jika dikelola dengan baik dan strategis, isu kesehatan dan usia lanjut Abu Bakar Ba'asyir akan menimbulkan simpati rakyat bagi pemerintah.

Namun disisi lain, Abu Bakar Ba'asyir telah menjadi musuh bersama bangsa Indonesia karena kejahatan terorisme yang pernah ia lakukan. Konon ia pun sampai sekarang enggan untuk mengikrarkan kesetiaannya terhadap Pancasila. Lalu bagaimana negara begitu mudah memaafkannya? Sementara ribuan napi lain yang seusia Ba'asyir dalam kasus yang lebih ringan malah tidak dibebaskan.

Inilah yang menjadi pertanyaan publik, Mengapa hanya Ba'asyir yang dilepas? Apakah ini bagian dari intrik politik kemanusiaan? Apakah kebijakan ini benar-benar tidak ada kaitannya dengan politik pilpres?

Meskipun demikian kita sangat setuju apabila polemik terkait Ba'asyir dapat segera diakhiri. Dan tidak salah jika politik harus kita kaitkan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Sebab politik yang diciptakan seyogyanya mengedapankan harkat dan martabat manusia. Termasuk politik hukum, hukum harus dapat memanusiakan manusia. Bukan sebaliknya justru menghinakan mereka.

Politik kemanusiaan ini pernah dijalankan oleh mantan Presiden Indonesia, Abdurrahman Wahid atau lebih dikenal dengan sebutan Gus Dur. Jika kita menapak tilas pemikiran Gus Dur, maka ditemui konsep politik kemanusiaan dalam dirinya. Dan ada satu kalimat yang sangat identik yang pernah diucapkan oleh Gus Dur yaitu "yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan".

Oleh karena itu kita mendukung siapapun yang menganut prinsip-prinsip politik kemanusiaan dalam kebijakan politiknya. Terlepas apakah ada target lain dibalik itu atau memang benar-benar karena menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dalam sikap politiknya. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline