Konsep diri adalah salah satu aspek penting dalam perkembangan individu yang berhubungan langsung dengan cara seseorang memandang dirinya sendiri. Menurut Hurlock, konsep diri merupakan pandangan seseorang terhadap dirinya yang berkembang melalui interaksi sosial, pengalaman pribadi, dan pengaruh lingkungan. Konsep diri mencakup tiga aspek utama, yaitu aspek fisik, aspek psikologis, dan aspek sosial. Aspek fisik berkaitan dengan persepsi individu terhadap tubuh dan penampilannya, sedangkan aspek psikologis mencakup kepribadian, kemampuan, dan nilai yang dimiliki individu. Aspek sosial, di sisi lain, melibatkan hubungan individu dengan orang lain serta penerimaan sosial yang dirasakan.
Pentingnya konsep diri dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat diabaikan karena konsep diri yang positif akan membantu individu mencapai keseimbangan emosional, sosial, dan mental. Individu dengan konsep diri yang sehat cenderung memiliki kepercayaan diri yang tinggi, mampu menjalin hubungan interpersonal yang baik, dan dapat menghadapi tantangan hidup dengan lebih optimis. Sebaliknya, konsep diri yang negatif dapat menyebabkan berbagai permasalahan, seperti rendahnya rasa percaya diri, kesulitan dalam bersosialisasi, dan potensi gangguan psikologis lainnya.
Hurlock menekankan bahwa konsep diri terbentuk sejak masa kanak-kanak dan terus berkembang sepanjang hidup. Proses pembentukan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pola asuh orang tua, pengalaman di sekolah, hubungan dengan teman sebaya, serta pengaruh budaya dan nilai-nilai sosial. Dalam konteks Indonesia, konsep diri juga dipengaruhi oleh nilai-nilai kearifan lokal yang mengedepankan harmoni sosial dan gotong royong. Oleh karena itu, memahami konsep diri tidak hanya penting dalam ranah psikologi, tetapi juga dalam upaya membangun individu yang lebih adaptif dan resilien dalam menghadapi tantangan hidup.
Namun, hingga saat ini, masih banyak individu yang belum menyadari pentingnya membangun konsep diri yang positif. Hal ini menimbulkan berbagai permasalahan, seperti rendahnya motivasi belajar di kalangan remaja, meningkatnya angka gangguan mental, serta munculnya perilaku menyimpang akibat rendahnya penghargaan diri. Oleh karena itu, diperlukan kajian yang lebih mendalam mengenai bagaimana konsep diri dapat dibangun dan diperkuat sejak dini, terutama dalam ruang lingkup pendidikan seperti di SMP.
Sehubungan dengan munculnya permasalahan tersebut, saya, Canggih Tri Satria (NIM: 11230150000009), melakukan wawancara mendalam dengan Fahmi Khairi, seorang siswa kelas 8 dari SMP Islam Parung. Berikut adalah hasil wawancara yang saya peroleh:
Ketika ditanya tentang usahanya, Fahmi menjelaskan bahwa meskipun hasil yang dicapai terkadang belum sempurna, ia selalu merasa puas karena percaya bahwa tidak ada usaha yang mengkhianati hasil. Dalam menghadapi masalah, Fahmi mengaku selalu berusaha menyikapinya dengan tanggung jawab dan keyakinan bahwa setiap masalah dapat diselesaikan. Ia juga merasa nyaman berada di tengah teman-temannya, terutama dengan teman-teman sebaya nya. Namun, ia menekankan pentingnya untuk tetap bersikap baik kepada siapapun, termasuk kepada orang yang mungkin tidak menyukainya.
Fahmi menyadari bahwa setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan. Ia selalu bersyukur kepada Sang Pencipta atas segala yang dimilikinya. Ketika berbicara tentang mencoba hal-hal baru, Fahmi terlihat optimis. Ia percaya bahwa dengan rasa percaya diri, seseorang dapat menciptakan peluang baru yang bermanfaat bagi masa depannya. Meskipun pernah gagal dan merasa tidak nyaman, Fahmi tidak larut dalam kekecewaan. Sebaliknya, ia memilih untuk mencoba lagi dan terus belajar dari pengalaman tersebut. Menurut teori Hurlock, individu dengan konsep diri positif memiliki kesadaran akan diri mereka sendiri, termasuk mengenali kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, serta terdorong untuk terus berkembang. Meskipun mungkin merasa belum sepenuhnya puas dengan dirinya, mereka memahami pentingnya memperbaiki diri dan berupaya menuju perkembangan pribadi yang lebih baik. Ketidaknyamanan ini, sebagaimana dijelaskan Hurlock, dapat menjadi pemicu bagi individu untuk terus berusaha mencapai potensi terbaiknya. Dengan demikian, Fahmi telah menunjukkan penerapan konsep diri positif dalam proses perkembangannya.
Mengenai kekurangan dan kesalahan, Fahmi mengungkapkan bahwa ia berusaha menerima kekurangan dirinya dengan lapang dada sekaligus memperbaiki kesalahan yang telah terjadi. Saat menghadapi kritik, penolakan, dan penilaian dari orang lain, ia mengaku kadang merasa sedih. Dalam pernyataan tersebut, terdapat kaitan dengan teori konsep diri negatif. Hurlock menyebutkan bahwa konsep diri terbentuk melalui berbagai pengalaman yang mempengaruhi cara seseorang melihat dirinya sendiri. Dalam hal ini, Fahmi merasa terancam oleh pandangan orang lain, yang mencerminkan adanya konsep diri negatif. Kondisi ini ditandai dengan kurangnya rasa percaya diri atau kekhawatiran terhadap penilaian orang lain.
Fahmi juga berbagi pandangannya tentang usaha yang ia lakukan. Meskipun terkadang merasa apa yang ia lakukan belum cukup baik, ia sadar bahwa orang lain mungkin melihatnya secara berbeda dan menghargai usahanya. Selain itu, Fahmi mengaku pernah merasa kurang berharga dibandingkan orang lain. Namun, ia selalu berusaha mengingat bahwa ada orang-orang yang menyayangi dan menghargainya, meskipun terkadang ia sendiri sulit menyadari hal tersebut.
Dari pemaparan dan observasi di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah elemen penting dalam perkembangan individu yang mencakup aspek fisik, psikologis, dan sosial. Menurut Hurlock, konsep diri terbentuk melalui interaksi sosial, pengalaman pribadi, dan pengaruh lingkungan, serta dipengaruhi oleh pola asuh, hubungan dengan teman sebaya, dan budaya lokal. Konsep diri yang positif membantu individu memiliki kepercayaan diri, menjalin hubungan interpersonal yang baik, dan menghadapi tantangan hidup dengan optimisme. Sebaliknya, konsep diri yang negatif dapat menyebabkan rendahnya rasa percaya diri, kesulitan bersosialisasi, hingga gangguan psikologis.