Hari itu, setelah berunding lama kami tidak mendapatkan keputusan. Yang didapat dari musyawarah singkat itu, Aku dan istriku hal hasil menjadi tidak tegur sapa.
Aku yang bertahan dengan ego, untuk tetap menjual rumah peninggalan orang tuaku, sementara istriku tetap ngotot dengan pendiriannya mempertahankan rumah dari mertuanya.
"Selama ini aku nurut kata Mas, aku selalu mengikuti mau Mas, tidak pernah sedikitpun membantah apapun keputusan Mas, walau akhirnya Mas sendiri yang menyesal dengan keputusan Mas!"
"Ia, Mas tidak pernah pungkiri itu, Kali ini Mas yakin dengan keputusan Mas untuk menjual rumah ini. Mas sudah bosan tinggal di pelosok desa ini, Mas ingin hidup yang lebih baik. Mas ingin lihat kota seperti anak-anak kita. Kamu tahu biaya kuliah Kinarsih tidak murah?"sementara upah petani sepert kita murah dibeli oleh toke. Mas sudah tidak sanggup lagi bekerja. Mas mohon kamu mengerti, atas keputusan Mas.
"Mas, Untuk apa kita tinggal di kota?" Untuk menghirup udara kotor? Atau untuk melihat banjir dan macet? Mas pikirlah dengan baik-baik. Mas kira enak di kota? Asal Mas Tahu ya, orang kota sibuk cari Tanah di desa untuk mencari ketenangan, sementara Mas dengan Bodohnya datang kekota seakan-akan kota tempat ternyaman."
"Aku paling pantang dibilang bodoh, Kamu tidak punya hak untuk melarang aku menjual rumah ini. Ingat kamu cuma numpang disini dan tidak punya Hak melarang-larang aku menjualnya!"
"Memang kau Bodoh Mas, tergiur hasutan orang tidak pernah mendengar omongan istri. Selalu ingin menang sendiri,merasa paling berkuasa di rumah tangga. Ia aku numpang disini sebagai seorang istri, tapi kau lupa satu hal kedua orang tuamu mengamanahkan rumah ini kepadaku dan aku hanya memegang janji kepada orang tuamu sesusah apapun nantinya jangan jual rumah ini. Dan aku telah terlanjur berjanji kepada Orang tuamu.
"Itu bukan urusanku, janjimu ya janjimu. Yang terpenting rumah ini terjual.
Oh gitu, kalau itu mau mu, kau tinggal tinggal pilih Kau ngotot rumah ini dijual atau kita berpisah? Sebelum kau dapat keputusan sebagai seorang suami lebih baik kita jangan tegur sapa dulu.
"Oke!
-Diskusi yang tidak membuahkana hasil, begitulah jadinya. Aku dan istriku saling ribut lupa kodrat masing-masing. Lebih menonjolkan ego.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H