Lihat ke Halaman Asli

Narkoba itu Memang Perlu Perhatian Khusus

Diperbarui: 20 Agustus 2016   22:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Prolog

Inilah salah satu transkip pesan dari Freddy Budiman seorang terpidana mati dengan kasus Narkoba.

FB :  Kalau saya bilang, narkoba itu memang perlu perhatian khusus. Bukan dari harus dikecam, harus dihujat, “oh ini begini-gini . . .”

Wartawan : Contohnya salah satu apa?

FB  :  Pendekatannya aja secara manusia, buktinya bapak ini bisa ngasih tahu saya, komunikasi baik, saya ikutin kok aturannya. Bukan karna kita main narkoba tu . . . Semuanya itu karna keadaan aja

Tentu aku tidak akan membahas perihal isu yang cukup kencang saat ini tentang keterlibatan aparat Kepolisian dan BNN dalam transaksi narkoba. Hanya saja pesan tersebut mengingatkanku dengan apa terjadi beberapa bulan belakangan ini.

Saat itu aku berkunjung kerumah kontrakan teman, kebetulan disana kami terlibat diskusi singkat soal “Legalisasi Ganja”. Kami membahas beberapa negara yang sudah melakukan legalisasi ganja. Ada salah satu ucapan yang masih aku ingat hingga sekarang yaitu, “Negara yang maju itu adalah negara yang bisa mengontrol tanpa harus melarang.”

Ehmmm, oke aku simpan ucapan tersebut. Melalui artikel ini aku ingin mencoba sedikit flashback tentang pengalamanku. Diriku adalah anak muda biasa pada umumnya, melewati masa-masa wajib belajar 9 tahun, kemudian melanjutkan SMA, dan saat ini masih berkutat di perkuliahan. Aku tidak tahu apakah pengalaman yang akan aku ceritan ini cukup umum atau asing bagi kalian.

Sejak SMP aku sudah mencoba untuk mengonsumsi rokok dan minuman beralkohol, kemudian ketika SMA aku mulai rutin mengonsumsi barang tesebut. Hingga pada suatu ketika aku berkenalan dengan beberapa barang yang dikategorikan Narkoba, seperti ektasi, ganja, bahkan sabu, namun untuk barang yang terakhir aku sebutkan hanya sekali aku mengonsumsinya karna tidak cukup uang untuk membelinya.

Kala itu aku memiliki prinsip cukup kuat yaitu, hedonisme. Entah kenapa aku bisa memiliki prinsip tersebut, mungkin karena lingkungan, mungkin karena konsumsi figure yang cukup dominan, atau mungkin karena sangat menyebalkan pendidikan kala itu. Kelas 1 SMA menjadi seorang kurir ganja, dan aku menjual barang tersebut ke anak-anak kelas 3, dari situ aku mulai memiliki kedekatan dengan kakak-kakak kelasku. Hingga pada kenaikan kelas, salah satu temanku di luar sekolah yang menjadi pemasokku tertangkap polisi. Hal tersebut tentu sangat membuatku was-was, semenjak itu aku mulai tidak rutin lagi mengonsumsi barang-barang tersebut dan sedikit demi sedikit mulai melupakan prinsip hedonisme. Tidak rutin bukan berarti berhenti mengonsumsi, ya sesekali aku memakainya, beruntungnya aku tidak memiliki kecanduan terhadap barang-barang itu.

Hal ini aku lakukan hingga 2 tahun belakangan, walaupun untuk sekarang aku bisa dikategorikan sangat jarang untuk mengonsumsi barang-barang berpasal tersebut. Aku mulai sering mendapatkan barang-barang halusinasi yang masih tidak berpasal seperti Magic Mushroom, Ayahuasca, dan yang terakhir aku bertemu dengan LSD.  Itupun sebelum kejadian adanya seseorang pemakai LSD mengalami kecelakan, dan semenjak itu aku mulai sedikit jauh dengan LSD. Sedikit jengkel sih dengan kejadian tersebut, karena mereka barang tersebut menjadi sorotan dan tidak jadi aman lagi untuk mengonsumsinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline