Lihat ke Halaman Asli

Willow Project, Buat US Hemat Energi?

Diperbarui: 16 Juni 2023   11:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Willow proyek merupakan kegiatan
pengeboran minyak bumi dengan skala besar
oleh perusahaan energi raksasa asal Amerika
Serikat(ConocoPhillips), yang bertempat di
National Patroleum Reserve Alaska, Amerika.
Dan disetujui oleh Joe Biden selaku Presiden
AS pada 13 meret 2023, padahal saat
kampanye nya 3 tahun lalu Joe Biden
menyuarakan suaranya untuk menolak proyek ini.


Banyak kontra dari proyek ini terlebih dari
aktivis lingkungan, karena dapat
menyebabkan kerusakan permanen di bumi,
ekosistem yang hancur, global warming yang
tak bisa dikendalikan, banyak hewan yang
akan mati dalam waktu yang sangat cepat,
dampak lain yang tak hanya melanda alaska
adalah meningkatnya suhu bumi bahkan
hingga 4 kali lipat.


Berdasarkan beberapa pandangan proyek
willow ini hanya memberikan keuntungan
kepada Amerika Serikat dalam segala aspek,
termasuk mengurangi ketergantuangan minyak dan gas AS pada negara lain, sehingga
pendapatan AS yang memang sudah tinggi
akan lebih kuat sehingga produk pasar akan
ikut meningkat ditengah rendahnnya
pendapatan negara lain.


Seperti yang diketahui global warming yang
tak terkendalikan juga dapat menyebabkan
bencana alam ekstrime banjir, badai,
kekeringan serta cuaca yang tak stabil. Ini
tentu mempengaruhi kesehatan dan
keselamatan mahluk hidup yang ada dibumi
serta bumi itu sendiri. Selain itu cair nya es di
Alaska yang berdekatan dengan Kutub Utara
dapat menimbulkan naiknya permukaan air
laut di dunia secara besar besaran, hingga 70
meter dan kemungkinan dapat terjadi
gelombang tinggi seperti Tsunami serta
tenggelamnya kota pantai disekitar glaster
seperti Florida, Amerika Serikat.


Ekosisitem yang hancur dan banyaknya hewan yang akan mati dalam waktu sangat cepat, salah satu dampak dari willow proyek ini dikarnakan alaska merupakan habitat asli dari rusa kutub, penguin dan polar bears atau
beruang kutub hewan karnivora terbesar
dibumi yang banyak ditemui digaris pantai
dan ditepi selatan lapisan es kutub utara dan
alaska. Saat ini saja beberapa hewan
diantaranya suda mulai punah karena
kehilagan tempat mencari makan akibat
pemanasan global, padahal willow proyek
belum dilaksanakan.


lalu bagaimana kabar dunia jika willow
proyek akan resmi dimulai pada 2027
mendatang? Yang pasti kerusakan alam saat
ini belum ada apa apanya dibanding masa
yang akan mendatang, sebelum diresmikan
oleh Joe biden bulan maret lalu hastag (#stop
the willow project) sudah ramai di sebarkan di
berbagai sosial media dan petisinya pun saat
ini sudah disetujui lebih dari 3,5 juta orang
yang menentang adanya willow proyek.


Sangat disayangkan sekali tindakan Joe biden
saat memilih untuk mengijinkan proyek ini
hanya menguntungkan bagi Amerika Serikat
saja, masyarakat lain pun tak bisa mengambil
tindakan lain. Namun pasrah bukanlah suatu
hal yang harus ilakukan, hendaknya sebelum
alaska 100% dijadikan lahannya
pertambangan pemerintah atau pekerja
setempat melakukan sterilisasi atau
pemindahan hewan alaska kekutub
utara-habitan yang memiliki iklim yang sama
dan dekat dengan alaska, guna menanggulangi
kepunahan intinya tidak dengan cara
penemakan atau pemburuan secara sadis.
Karena hal itu juga bisa menimbulkan stress
pada hewan saat melihat habitatnya diambil
alih oleh manusia.


Indonesia sebagai negara yang berlandaskan
Undang-Undang, pada alinea ke-4 pembukaan UUD 1945 yang berbunyi 'ikut melaksanakan ketertiban dunia' pun harus mengambil
tindakan karna efek samping dari krisis iklim
juga dapat menyebab kan krisis bahan makan,
yang jika terjadi dalam jangka panjang juga
dapat menimbulkan konflik baru. Indonesia
juga sebagai ketua ASEAN 2023 jug harus
mengambil tindakan dan wewenang besar
dalam upaya mitigasi resiko penanggulangan
bencana alam. Harapannya untuk perwakilan
Idonesia atau pun ASEAN lebih
mempertimbangkan dampak dari willow
proyek supaya terwujutnya lingkungan dan
keberlangsungan hidup untuk bumi
kedepannya.


Candrika Nur Oktavia mahasiswa PBSI,
Univesitas Ahmad Dahalan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline