Lihat ke Halaman Asli

Perjalanan Filsafatku... (nilai pengetahuan II)

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tulisan sebelumnya dapat dibaca di http://filsafat.kompasiana.com/2011/08/12/perjalanan-filsafatku-nilai-pengetahuan/

Kaum Idealis

Kaum Idealis dapat dibagi atas idealisme platomik, idealis kuno, dan idealisme modern. Idealisme platonik, tokohnya adalah Plato. Ia menekankan kepada realitas obyektif pengetahuan rasional dan emprikal sekaligus. Idealisme kuno terlalu berlebihan dalam mempercayai realitas obyektif penginderaan, yaitu mengetahui gagasan yang berkenaan dengan indera, dan realitas pengetahuan rasional, yaitu mengetahui gagasan secara umum. Ia sama sekali tidak meragukan realitas.

Corak dan bentuk dari idealisme modern adalah yang bertopang pada skeptisisme, menjauhkan sisi obyektifitas sesuatu dari kerangka pengetahuan manusia, atau menegaskan adanya prinsip metafisis bagi alam. Filsafat idealistik adalah mengandung spriritualisme, agnastisisme, empirisisme, rasionalisme, kritisisme, fenomenalisme, dan eksistensial.

Selanjutnya penjelasan mengenai idealisme modern dibagi dalam tendensi filosofis, tendasi fisikal, dan tendensi fisiologik.

Idealisme Filosofis

Pendiri idealisme filosofis adalah George Berkeley (1685 – 1753), dan ia dianggap sebagaai bapak idealisme modern. Teori filsafatnya adalah “sesuatu tak mungkin dinyatakan ada, selama sesuatu itu tidak mengetahui atau tidak diketahui” (Esse ost Percipi). Sesuatu yang mengetahui adalah jiwa, dan sesuatu yang diketahui adalah konsepsi-konsepsi dan gagasan-gagasan yang berada dalam wilayah persepsi dan pengetahuan individu.

Berkeley membagi dua realitas, yaitu pikiran (mind, subyek yang mengetahui) dan Tuhan (realitas pencipta sensasi kita). Teori ini sama sekali mengabaikan persoalan pengetahuan menusia dan studi obyek atas nilai pengetahuan. Teori tersebut tidak mengetahui obyektifitas pikiran (akal) dan pengetahuan, atau eksistensi sesuatu di luar batas kehidupannya.

Konsep idealisme atas dalil-dalil ilmu pengetahuan, dirangkum sebagai berikut:

a. Dalil pertama, mengatakan bahwa semua pengetahuan manusia berasal dari indera. Jadi indera adalah prinsip pokok pengetahuan. Muh. Baqir ash-Shadr memberi komentar bahwa dalil ini tidak bisa dipertanggung jawabkan, karena tidak semua pengetahuan manusia berdasarkan indera dan pengalaman inderawi. Penginderaan tak memiliki realitas obyektif kebenaran dengan kontradiksi yang tampak didalamnya. Selanjutnya harus dapat dibedakan antara realitas obyektif bagi pengetahuan dan persepsi inderawi, dengan persoalan kesesuaian realitas tersebut, dengan apa yang tampak oleh pengetahuan dan persepsi sepenuhnya, sesuai dengan benda-benda luar.

b. Dalil kedua bahwa kita mempercayai adanya sesuatu itu di luar jiwa, dan hanya konsepsi yang bertumpu pada fakta. Karena fakta memberikan kepada kita persepsi inderawi tertentu, dan persepsi inderawi itu adalah pikiran-pikiran yang dikandung jiwa, maka sesuatu yang dipersepsikan oleh indera, kemudian menjadi pikiran, dan pikiran itu tidak mungkin di luar jiwa kita.

Dalam dalil ini, Berkeley berusaha untuk menolak tentang realitas obyektif sesuatu tergantung kepada kontak langsung dengan realitas tersebut. Selama tidak demikian, maka sebenarnya tidak ada eksistensi apapun, selain eksistensi yang ada dalam kensepsi dan gagasan itu sendiri. Jadi dalil tersebut diatas, tidak begitu memuaskan bagi orang, maupun Berkeley sendiri. Berkeley menyatakan bahwa, kita tidak berhubungan dengan realitas secara langsung, akan tetapi berhubungan dengan pikiran kita. Jadi tidak ada apapun selain pikiran kita sendiri. Untuk lebih jelasnya diberikan contoh sebagai berikut :

Kita mencerap buah apel di atas pohon melaui penglihatan. Arti penglihatan (penginderaan) kita terhadap buah apel tersebut adalah bentuk apel hadir dalam indera kita. Bentuk tersebut terus ada dalam pikiran kita, meskipun kita sudah tidak melihat lagi pohon itu. Bentuk dalam pikiran kita akhirnya menjadi imajinasi. Kemudian kita abaikan bentuk apel-apel yang lain, dan hanya mempertahankan gagasan umumnya, yaitu gagasan universal sebuah apel. Bentuk universal ini adalah inteleksi. Inilah tiga tahapan kensepsi, yang dilalui pengetahuan manusia. Setiap tahapan, merupakan adanya bentuk dalam sebagian fakultas intelektif kita. Jadi secara umum kensepsi baik yang melalui penginderaan, maupun imajinasi dan intelleksi, tidak lebih dari pada hadirnya bentuk sesuatu dalam fakultas.intelektif kita. Oleh karena itu konsepsi tidak mungkin dapat mencapai apa yang ada dibalik bentuk yang kita konsepsikan dalam fakultas-fakultas intelektif kita, dan tidak mungkin bergerak dari yang subyektif ke yang obyektif, karena bentuk suatu esensi di dalam intelektif kita adalah sesuatu, sedang kehadiran obyektif di luar kita adalah sesuatu yang lain. Contoh kita melihat sebuah tongkat yang dimasukkan ke dalam air menjadi pecah, padahal tongkat itu tidak pecah.
Muhammad Baqir ash-Shadr memberikan penjelasan mengenai kesalahan dalil tersebut diatas. Menurutnya bahwa sumber pokok pengetahuan terbagi menjadi 2 kelompok, yakni tashdiqi dan konsepsi.

Pengetahuan tashdiqi adalah penilaian jiwa akan adanya sesuatu realita tertentu dibalik konsepsi. Penilaian ini adalah aksi kejiwaan yang menghubungkan berbagai bentuk. Karena itu ia tidak bisa hadir di dalam akal melalui pengetahuan. Ia adalah salah satu aksi internal jiwa yang mengetahui. Disamping itu penilaian ini memiliki sifat subyektif yang tak ada dalam bagian konsepsi manapun, yang dapat mengungkapkan realitas dari balik batas-batas pengetahuan. Jadi pengetahuan tashdiqi ini, dapat membantah argumen Berkeley yang menyatakan bahwa kita tidak berhubungan dengan realitas langsung, akan tetapi berhubungan dengan pikiran.

Konsepsi adalah ungkapan adanya bentuk salah satu esensi dalam fakultas-fakultas intelektif kita. Dalam indera kita, bentuk itu dapat ada. Keberadaan seperti ini menciptakan persepsi inderawi terhadap bentuk tersebut. Selanjutnya bentuk itu dapat hadir di dalam pikiran. Kehadiran seperti ini disebut inteleksi.

c. Dalil ketiga, bahwa kognisi dan pengetahuan manusia mempunyai kemampuan mengungkapkan secara esensial apa yang ada di balik kognisi dan pengetahuan itu. Jadi setiap pengetahuan dan kognisi itu benar.

Komentar tentang dalil tersebut di atas, bahwa banyak informasi dan pemikiran menusia itu salah, dan tidak mengungkapkan realitas. Bahkan para pakar sepakat untuk menerima teori tertentu, ternyata selang beberapa waktu, teori itu salah. Begitu juga untuk menjawab dalil tersebut di atas, maka perlu tahu apa arti pengungkapan esensial pengetahuan itu ? Pengungkapan esensial adalah pengetahuan memperlihatkan kepada kita obyek yang dinyatakan sebagai suatu yang pasti ada dalam realitas di luar batas-batas pengetahuan dan kesadaran kita, contoh pengetahuan kita bahwa bumi mengitari matahari. Kita percaya dengan pengitaran itu, meskipun sebenarnya tidak ada dalam realita.
d. Dalil keempat, jika pengetahuan tashdiqi dapat salah, dan jika pengungkapan esensialnya tidak melindunginya dari kesalahan tersebut, maka mengapa pengetahuan tashdiqi tidak boleh salah ? Idealisme bertujuan menganggap pengetahuan manusia sebagai sesuatu yang subyektif. Ia bermaksud menghilangkan pengetahuan tashdiqi secara total dari pikiran manusia, karena terkadang ia salah, dan pengungkapan esensialnya juga tidak selalu benar, maka dengan demikian, keraguan itu bisa dihindarkan. Tetapi doktrin rasional membantah keraguan itu, dan menegaskan bahwa pengetahuan niscaya dijamin kebenarannya. Kesalahan lainnya mungkin terjadi dalam metode membuat penyimpulan dari pengetahuan. Hal ini sesuai pembagian pengatahuan yaitu :

1). Pengetahuan primer, yaitu pengetahuan yang kebenarannya niscaya terjamin. Dari pengetahuan ini terbentuk prinsip pokok berpikir

2). Pengetahuan sekunder, yang dihasilkan dari prinsip pokok tersebut, dan pada pengetahuan ini, bisa terjadi kesalahan.

Jadi walapun kebenaran pengetahuan masih diragukan, akan tetapi tidak bisa meragukan prinsip pokok, sebab kebenarannya niscaya terjamin.
Dari diskusi tentang idealisme filosofis di atas, dapat disimpulkan bahwa realisme, berdasarkan dua prinsip yaitu :

1). Pengetahuan adanya pengungkapan esensial pengetahuan tashdiqi.

2). Pengetahuan adanya prinsip dasar bagi pengetahuan manusia yang kebenarannya niscaya dijamin.

Idealisme Fisis

Para fisikawan mengatakan bahwa alam adalah realitas, dalam arti ia ada, berdiri sendiri, terlepas dari akal dan kesadaran. Alam juga material, karena tersusutkan menjadi pertikel-partikel kecil yang solid, yang tidak dapat berubah dan tidak terbagi-bagi. Partikel-partikel atau masa-masa primordial alam itu bergerak terus menerus. Jadi materi adalah segenap partikel, dan fenomena-fenomena alam di dalamnya, adalah hasil dari perpindahan dan gerak spesial masa-masa itu. Perpindahan dan gerak itu, dikendalikan oleh sistem mekanik. Jadi kesimpulannya bahwa alam merupakan suatu realitas material obyektif yang dikendalikan oleh sistem mekanik yang sempurna. Konsep tersebut di atas, tidak dapat bertahan ketika berhadapan dengan fenomena-fenomena modern. Penemuan itu menunjukkan kepada mereka bahwa akal mereka masih tahap permulaan. Salah satu penemuannya adalah penemuan elektron, yang menunjukkan struktur majmuk pada atom, serta radiasinya dapat diurai.

Perkembangan berikutnya ditemukan bahwa atom adalah unit materi pokok, dan alam tersusun darinya, ia terbukti majmuk dan juga menguap menjadi listrik. Disamping gerak dan mekanik, juga ditemukan yang lain, dan massa-massa benda berfluktuasi menurut geraknya. Dengan demikian maka konsep materialisme mengenai alam, bertentangan dengan ilmu dan bukti-bukti emperikal, dan sebagai gantinya adalah konsep substansial tentang alam.

Di tengah-tengah fenomena baru tentang alam ini, maka muncul tendensi idealisme dalam fisika. Mereka berkata bahwa, karena ilmu setiap hari menemukan bukti-bukti baru, yang menyangkal nilai obyektif tentang alam, maka mereka hanya suatu metode yang tak mengandung realitas obyektif apapun untuk mengungkapkan pikiran dan metafora atau isyarat alamiah.

Namun kaum fisikawan mengemukakan bahwa :

Alam dianggap berasal dari akal dan kesadaran, karena ia tidak memiliki wujud obyektif. Alam adalah suatu realitas material yang maujud, di luar akal dan kesadaran
Dalam hal tersebut di atas, maka ada 2 (dua) pertanyaan :

1). Apakah alam memiliki realitas yang berdiri sendiri yang terlepas dari pikiran manusia ? Ada 2 jawaban, idealisme menjawab dengan negatif, sedang realisme menjawab dengan positif.

2). Apakah realitas obyektif yang berdiri sendiri itu ?, serta apakah sifat-sifat materi yang menyertainya ? Jawabannya ada pada realisme, karena tidak ada ruang bagi idealisme. Kaum realis menyodorkan jawaban dengan konsep meterialistik tentang realitas obyektif mandiri.

Idealisme Fisiologis

Idealisme, mempunyai pendapat tentang kepastian bentuk subyektif. Persepsi inderawi manusia itu tergantung pada susunan indera kita, dan sistem organik secara umum. Jadi watak persepsi inderawi yang datang dari alam luar, kepada kita tidak sendirinya menentukan bentuk, ini ditentukan oleh sistem syaraf. Jadi indera hanya memberikan simbol, bukan bentuk sesungguhnya.

Tulisan berikutnya... http://filsafat.kompasiana.com/2011/08/14/perjalanan-filsafatku-nilai-pengetahuan-iii/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline