Lihat ke Halaman Asli

Balada Gareng dan Petruk

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Terik matahari siang itu sangat menyengat. Debu debu berterbangan tanpa arah diterpa hembusan angin. Daun mengering berjatuhan berserakan ke segala arah. Hutan tak tampak hijau lagi. Sungai pun mengering tak mengalir,kegersangan tanah meretak tak karuan. Bumi terasa panas seakan membakar apa pun yang ada di atas nya.

Di dalam gubuk di atas gunung terdengar dialog menarik antara Gareng dengan adik nya Petruk.

Dengan suara parau dan terisak menangis Petruk berkata " Kang,aku menderita,aku tersiksa dengan keadaan ku dan keadaan negri ini kang. Tidak kuat lagi rasa nya aku bertahan Kakang ". Dia berkata sambil menunduk mengusap air mata nya.

Gareng pun bertanya " Apa sebenar nya yang membuat mu menderita dan apa sebenar nya yang membuat mu menangis wahai adik ku?". Gareng orang nya bijaksana berkata dengan lemah lembut pada adik nya. Petruk pun menjawab " Kakang,aku menderita bukan karena sebab ".

Lirih Petruk menjawab."Jiwa ku hampa Kakang,aku merasa tidak sanggup lagi menjalani kehidupan ini kakang. Aku sengsara,segala yang ku ingin kan enggan menghampiri ku,segala yang kuangan kan tidak pernah tercapai kakang ". Petruk kembali terisak,sementara Gareng tetap menatap nya dengan tenang,dengan tatapan penuh kasih sayang.

"Aku ingin mati kakang,aku ingin kembali ke Nirwana".

"Kau bicara apa adik ku?'. Gareng bertanya dengan tegas.

"Sungguh aku tidak sanggup lagi kakang". Semakin keras suara tangis Petruk. " Segala macam penderitaan ku alami saat ini kakang. Kemarin aku menolong orang tapi nyata nya aku malah di tipu kakang,aku kecewa ". Kembali Petruk terisak. "Seminggu yang lalu hasil panen ku hilang di curi monyet monyet hutan. Dua minggu yang lalu istriku pergi meninggal kan aku. Sebulan yang lalu aku di pecat oleh Pandawa. Tiga bulan yang lalu aku di fitnah merampok di negri sebrang. lima bulan yang lalu........ Enam bulan yang lalu..... Setahun yang lalu...... ". Petruk terisak isak menceritakan kejadiaan kejadiaan yang telah dia alami hingga membuat nya merasa menderita. Dia menangis keras,sementara di hadapan nya Gareng mendengar dan menatap wajah nya dengan tatapan lembut penuh kebijaksanaan. Isak tangis adik nya menggetar kan hati nya.

Di sela sela isak tangis nya kembali Petruk berbicara tersengal sengal " Jiwaku hancur kakang,kacau sekacau negri ini kakang". Semakin deras air mata Petruk bercucuran.

" Aku ingin menegak kan kebenaran tapi malah kebenaran itu di bolak balik kakang,aku juga ingin menegak kan keadilan kakang tapi yang tumbuh subur malah ketidak adilan,kemunafikan,kesewenang wenangan kakang. yang benar malah di salah kan yang salah malah merajalela. Mereka yang mengerti hukum malah melanggar hukum. Mereka yang mengerti aturan malah berbuat tanpa aturan. Mereka yang berkuasa malah menginjak nginjak. Mereka yang mengaggap diri nya suci malah tidak menghargai arti kesucian itu. Kacau kakang,kacau ". Petruk meraung raung menangis keras.

Demikian lah seterus nya Petruk berbicara pada kakang nya,tentang kehancuran nya. Tampak jelas keputus asaan Petruk,kekecewaan nya pun semakin terlihat jelas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline