Lihat ke Halaman Asli

Chaniezs

Pekerja

Boneka Kesayangan

Diperbarui: 2 Juli 2024   06:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Horor. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Mystic Art Design

Malam saat binatang nokturnal mulai mengeluarkan suara riuh, mengisi hening malam itu. Jam dinding tua berdentang kali ke dua belas. Aku menutup kedua mata, sementara angin membuai tengkuk yang terbuka lebar hingga menyebabkan refleks pilomotor pada tubuhku. 

Aku mengedarkan pandanganku sesekali, masih tak habis pikir dengan secarik kertas yang kini berada di tangan kananku. Rentetan tulisan dengan tinta merah berbau anyir mengisi bagian kosong pada kertas putih itu. 

"Ayo main petak umpet. 

Dari kesayanganmu Rean." 

Begitulah isi secarik kertas yang membuatku bergidik ngeri. Pasalnya Rean merupakan boneka berbentuk manusia yang selalu ku bawa kemana ku pergi beberapa tahun silam. Aku mulai menyimpan boneka itu di gudang bawah tanah karena merasa cukup dewasa untuk memainkan boneka sepertinya. 

Namun, beberapa hari belakangan aku mulai menemukan boneka itu berada di sekelilingku saat berkemas atau melakukan kegiatan di dalam rumah. Ia tetiba berada di tempat di mana aku dapat melihatnya dengan jelas. Lalu sesaat kemudian ia akan menghilang tanpa jejak. Setelah merasa janggal, beberapa kali ku pastikan bahwa boneka itu tetap berada pada tempatnya, dan benar saja. 

Ia tetap berada di gudang tertutup kotak warna hitam dengan pita abu. Boneka itu ialah pemberian almarhumah kakak tersayangku. Sejujurnya, aku tak ingin menyimpannya. Namun, sesaat setelah kematian kakakku, aku merasa boneka itu seperti hidup. Semakin lama memandang boneka itu, terasa seperti ia akan melahapku. 

Kini saatnya aku melihat apakah boneka itu ada di gudang, ataukah ia telah keluar dari singgasananya? Entah mengapa, untuk sekali ini saja. Aku merasa akan melakukan sesuatu yang sepantasnya di lakukan.

Ku langkahkan kakiku menuju sebuah koridor tua dengan pencahayaan redup. Koridor itu menghubungkan dengan sebuah pintu kayu usang yang telah di makan usia. 

Cat putih yang mewarnainya telah terkelupas, beberapa coretan dari kenakalanku terdahulu menjadi saksi betapa lamanya pintu itu menemaniku. Hening malam itu membuat angin semilir yang biasanya menyejukkan kini terasa menusuk kulit tipisku. Dinginnya malam itu membuatku ingin mengurungkan niat. Namun, aku tak akan tenang jika belum melihat boneka itu dengan mata kepalaku.

Tanganku bergetar hebat saat meraih gagang pintu berwarna hitam. Besi itu sedingin es saat bersentuhan dengan tanganku. Perlahan tapi pasti ku membuka pintu yang membuatku gundah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline