Maaf...
Kau lontar kata maaf
Setelah mendera dengan rotan hingga otak terasa nanar
Ku merangkak, merengek, memohon ampun
Sang predator menatap bengis
Suara memekik, tubuh meronta
Kau jadikan arena tinju
Darah tertiup angin
Luruh diantara kulit yang membiru
Tik...
Tok...
Waktu berputar
Menari
Menusuk
Derita menguasai
Hari makin kelam
Sangkar besi enggan terbuka
Mata terbelalak, mimpi hanya harapan
Kesadaran yang mulai terkumpul
Menjadi saksi buta
Sang predator enggan meninggalkan sangkar
Pupus harapan yang di idamkan
Menjerit percuma, meminta tolong tak guna
Menerima hingga akhirnya terbiasa
Pandangan kosong tanpa harap
Tubuh lunglai sakit tak tertahan
Air mata bagai gurun pasir
Menahan sakit hingga kepuasan terpenuhi
Hasrat yang tak terbendung
Menggores luka yang tampak nyata
Tolong...
Mendobrak sangkar besi tak kunjung goyah
Merintih, darah bersimbah menutup sangkar
Kembali kesudut kekejaman kian nyata
Berpaling tapi tak menghindar
Menepis tapi menerima
Semesta tak pernah mengerti
Mendengar...
Tapi bungkam
Mengetahui...
Tapi enggan beraksi
Menutup mata menutup telinga seakan biasa saja