Dalam Madilog-nya, Tan Malaka pernah mengajukan mimpinya tentang Indonesia. Tan Malaka memimpikan tentang Indonesia yang membentang dari Madagaskar hingga kepulauan Filipina, dan Papua. Maka jika boleh diartikan, Nasionalisme Bangsa Indonesia yang besar harus disebarkan dan ditumbuhkan guna mewujudkan persatuan itu. Dan Tak sedikit dari para Founding Parents Indonesia yang punya mimpi seperti Tan Malaka.
Presiden Sukarno, mengetahui betul bagaimana diaspora para leluhur Nusantara hingga ke timur Afrika (Madagaskar) yang hingga hari ini kita masih bisa menemukan banyak keturunannya di sana. Pengetahuan ini adalah modal penting bagi pemimpin sekaliber Presiden Sukarno dalam merumuskan pemikiran dan pidato-pidato Nasionalis-nya.
Persatuan Bangsa Indonesia, akan terjadi ketika seluruh elemen bangsa sadar betul akan Nasionalisme yang sama.
Sekali lagi, Presiden Sukarno tahu betul bahwa Nasionalisme adalah Identitas bagi sebuah Bangsa, dan setiap manusia sejatinya membutuhkan identitas.
Mohammad Yamin bahkan rela berkunjung ke Antananarivo (Ibu Kota Madagaskar), dan kota-kota lain di Madagaskar, hanya untuk mengobati rasa penasarannya akan "keterikatan" Madagaskar dengan Indonesia. Tujuannya sama, merangkai mimpi Indonesia yang luas, 'Indonesia Raya' bagi Yamin pun adalah dari Madagaskar hingga ke ujung timur Papua. Di Madagaskar, Yamin menemukan "Indonesia", bagaimana penggunaan Bahasa Malagasi yang diidentifikasi di kemudian hari adalah percampuran dari ragam bahasa di Nusantara. Ada banyak kosakata yang mirip antara Bahasa Malagasi, Bahasa Dayak Maanyan, Bahasa Banjar, Bahasa Jawa, Bahasa Melayu, dll.
Bagaimana Yamin terkejut melihat penampakan Rumah Ibadah dan Rumah Tradisional yang lebih mirip Rumah Tradisional di Asia Tenggara khususnya Indonesia. Bentuk Rumah dengan dinding Kotak dan Atap Segitiga sangat berbeda dengan Rumah-rumah Tradisional Bangsa Afrika pada umumnya. Bahkan tradisi dan kebiasaan masyarakat Madagaskar pada umumnya sangat mirip dengan masyarakat di Indonesia. Pertanian dengan sawah untuk tanaman padi, beserta cara mereka mengolah dan membajak sawah dengan kerbau atau sapi, dan tentunya nasi adalah makanan pokok mayoritas penduduk Madagaskar.
Kain tenun dengan corak yang sangat mirip dengan kain tenun asli Nusa Tenggara Timor, Tradisi "menghidupkan" kembali orang yang sudah meninggal seperti tradisi Mann di Tana Toraja, bisa kita temukan di Madagaskar. Kuliner daging yang ditusuk-tusuk kemudian di bakar (yang kita sebut sate) sangat mudah di jumpai di pasar-pasar di Madagaskar. Fosil Perahu Cadik khas Nusantara, bahkan bisa kita temukan di beberapa tempat di Madagaskar.
Bagaimana Rumah-rumah kuno di Madagaskar, yang di bangun mirip dengan Rumah Joglo di Jawa, dan ada pula rumah-rumah panggung yang mirip dengan Rumah-rumah Tradisional di Kalimantan dan Sumatera, dan yang mengejutkan adalah semua menghadap ke arah Timur, yaitu ke Indonesia. Hal ini bisa diartikan bagaimana para penduduk Madagaskar, berusaha menjaga hubungan "batin" dengan tanah leluhur mereka, Nusantara, atau yang sekarang disebut Indonesia.
Dan tidak kalah penting bagi Yamin adalah kemiripan ciri fisik mayoritas orang Madagaskar dengan orang Indonesia (Ras Melayu dan Ras Melanesia), bagaimana mungkin Pulau di sebelah Barat Afrika yang terpisah jauh dengan Indonesia lewat Samudera Hindia ini sebegitu miripnya dengan Indonesia?
Jika dilihat dari letak geografis, seharusnya Madagaskar diisi oleh orang-orang Afrika dengan peradabannya.
Belakangan, rasa penasaran Yamin puluhan tahun yang lalu terjawab perlahan oleh beberapa penelitian yang dilakukan di era modern ini, pada tahun 2015 Massey University melakukan penelitian tentang keterkaitan DNA Penduduk Madagaskar dengan Penduduk Indonesia, hasilnya adalah memang benar bahwa Nenek Moyang orang Madagaskar adalah Orang Nusantara (Sekarang Indonesia).
Disinyalir sekitar 30 perempuan pertama yang mendarat di Pulau Madagaskar adalah dari Nusantara, mereka tiba pada abad ke-9 Masehi atau lebih dari 1.000 tahun lalu, dan turun-temurun membentuk koloni suku Malagasy, Sebelum para pendatang dari jazirah Arab dan Ethiopia juga berdatangan dan menetap di Madagaskar. Penelitian ini juga dikuatkan oleh penelitian lain dari Eijkman Institute (Indonesia), University of Arizona (Amerika Serikat), dan Universite de Toulouse (Prancis).
Denis Pierron dkk. dalam makalah berjudul "Genome-wide Evidence of Austronesian--Bantu Admixture and Cultural Reversion in a Hunter-Gatherer Group of Madagascar" (2014) mengatakan gen orang Madagaskar memuat 60 persen gen orang Bantu, suku yang sebagian besar menghuni benua Afrika seberang barat pulau Madagaskar.
Sedangkan 30 persen lainnya, dalam kata-kata Pierron, "datang dari wilayah Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi."