Draft NBA kembali lagi. Enam puluh pemain muda dipilih oleh 28 tim NBA (minus Brooklyn Nets dan Phoenix Suns yang draft pick-nya sudah terbang ke tim lain).
Sementara tim seperti Detroit Pistons dan Houston Rockets, yang sedang membangun tim, mendapat jatah tiga pemain (satu di antaranya di dapat dari trade pemain bintang jauh-jauh hari).
Seperti diketahui, draft urutan-urutan awal memang diproritaskan untuk tim dengan rekor kekalahan terbanyak (selama draft mereka belum ditukar ke tim lain).
Kebetulan, enam tim dengan urutan tebawah musim lalu adalah Hoston Rockets (20 kali menang dan 62 kali kalah), Orlando Magic (22-60), Detroit Pistons (23-59), Oklahoma City Thunder (24-58), Indiana Pacers (25-57), dan Kings (30-52).
Dari rekor tersebut, tidak heran hasil kocokan arisan eh draft menempatan Magic sebagai pemilih pertama, disusul Thunder, Rockets, Kings, Pistons, dan Pacers.
Menariknya, dari enam (bahkan sebelas jumlah timnya diperluas lagi) pemilih teratas, empat tim di antaranya memilih pemain jangkung bertinggi minimal 200 cm (6'7 kaki) dengan berbagai alasan, terutama dari sisi skill (atau kebutuhan tim).
Tidak sulit menerka alasan Orlando Magic memilih Paolo Banchero di mana Magic gemar mengoleksi pemain raksasa sejak era Shaquille O'Neal, Chris Webber, Dwight Howard, Aaron Gordon (sekarang, Denver Nuggets), Nikola Vucevic (Chicago Bulls), hingga yang terbaru Frantz Wagner (draft urutan 8 yang dipilih Orlando Magic tahun lalu) (BTL Sport)
Meski Magic perlu dan memiliki memiliki pemain seperti Markelle Fultz (draft no. 1, 2016 dari Philadephia 76ers), Terrance Rose, atau Gary Harris yang sama-sama lebih mungil, dan punya dribel yang bagus.
Banchero sendiri dipilih karena setidaknya dua skill yang menonjol yaitu kemampuan memasukkan bola dengan membelakangi lawan terlebih dahulu (post-up play), dan kemampuan menutup pergerakan lawan mulai dari area tiga angka hingga bawah jaring, yang belakangan menjadi menu wajib big man NBA di era modern.