Tahun 1990 bahkan mereka memenangi game kelima laga final lewat tembakan-tembakan mustahal pemain cadangan Vinnie Johnson setelah tertinggal kurang lebih tujuh poin di quarter terakhir, padahal pada game-game sebelumnya, tembakan Johnson lebih banyak nggak masuk.
Terus terang, mengintip game waktu itu, permainan sesama finalis, Portland Trail Blazers, terlihat lebih memikat karena forward Clyde Drexler melakukan apa pun untuk membuat timnya unggul, menembak dari berbagai jarak, mengumpan, serta berakselerasi sebelum melakukan slam dunk, tapi pengalaman membuktikan kalau permainan Pistons lebih matang.
Saat juara tahun 2004, permainan Pistons lebih asik lagi. Melihat bagaimana mereka bermain, kita bisa tahu bagaimana tim ini dibentuk. Semua pemain punya dan tahu peran masing-masing walaupun di atas lapangan permainan lebih cair.
Point Guard Chauncey Billups bertugas sebagai pengatur serangan. Gayanya bermainnya unik. Alih-alih langsung mengoper, Billups terkadang membaca gerak pemain lawan sebelum memberikan bola pada shooting guard Richard Hamilton yang memang punya jumpshot bagus atau center Ben Wallace yang memang jago ngedunk.
Small forward Tayshaun Prince memang jarang mencetak angka. Tugas utamanya memang mencegah bola masuk lewat posturnya yang tinggi kurus dan rentang tangannya yang panjang, tapi begitu mencetak angka, tembakannya biasanya dibuat dari posisi sulit.
Saya sendiri suka gaya power forward Elden Campbell yang sering mengisi posisi Rasheed Wallace dari bangku cadangan. Alih-alih segera menembak begitu menerima bola dari Billups, keduanya biasanya langsung mengoperkan bola ke area tiga angka atau center yang siap melakukan slam dunk.
Bahkan alih-alih mengetip bola ke jaring, Campbell mengirimkan bola kepada pemain yang tidak terkawal begitu berhasil mendapatkan bola rebound. Kebetulan Rasheed Wallace lebih sering dimainkan sebagai starter karena tembakannya lebih matang ketimbang Campbell.