Chicago Bulls memang identik dengan guard megabintang. Para guard tersebut menginspirasi tim sampai titik prestasi terjauh, sebut saja Michael Jordan yang membawa Bulls meraih enam cincin juara (1991-1993 dan 1996-1998), Derrick Rose (semifinal NBA 2011), dan Jimmy Butler (perempat final NBA 2013 dan 2015).
Prestasi Rose bahkan bisa jauh lebih baik andai tidak cedera parah yang membuatnya lebih sering bermain kurang dari 40 pertandingan di musim-musim berikutnya. Terlebih tahun 2013 muncul bintang baru Jimmy Butler yang tiga musim sebelumnya dilirik pun tidak karena hanya terpilih dari draft urutan 30 tahun 2011 dan lebih sering bermain sebagai pemain cadangan di tahun-tahun awal karirnya.
Kelebihan Butler ada pada ketekunan dan tekadnya meningkatkan kekuatan fisik dan akurasi tembakannya.
Kita semua tahu kunci keberhasilan Bulls meraih prestasi terbaik selama bertahun-tahun. Pertama tentu saja kejelian Bulls memilih Scottie Pippen yang sejak didraft pada tahun 1987 (oleh Cleveland Cavaliers namun dikirim ke Bulls) langsung membawa Bulls ke peringkat tengah atas.
Dengan postur tinggi (203), defense bagus, dan jumpshot akurat, Pippen menjadi kepingan pelatih Phil Jackson memainkan triangle Offense bersama Michael Jordan.
Kedua tentu saja Triangle offense. Triangle Offense, seperti namanya, merupakan, skema kombinasi permainan antar tiga (dari lima) pemain yang terus bergerak membentuk segitiga, termasuk pemain yang baru saja memberi umpan ke rekannya.
Bukan kebetulan triangle offense hanya bisa berjalan jika pemain yang bersangkutan punya operan dan tembakan bagus seperti yang dimiliki Dennis Rodman, tukang angkut air, sekaligus pengumpan jitu tidak terduga Bulls era 1996-1998 serta Tony Kukoc, pemain Yugoslavia yang Bulls pilih pada tahun 1990 namun baru bermain tiga musim berselang.
Permainan triangle offense bisa amat efektif karena pada saat itu center lebih banyak bermain membelakangi jaring di belakang penjagaan pemain lawan, atau dalam istilah basket disebut post-up.