Masyarakat Indonesia cukup beruntung. Wikipedia bisa jadi rujukan buat nyari padanan lokal bahasa asing yang sebenernya cukup nyaman di telinga. Misal pelantang sebagai padanan buat loudspeaker, purwarupa untuk prototype, atau klub janapada buat country club.
Terus terang, istilah bernuansa lokal itu kadang membantu kadang bikin repot. Sebagai penikmat acara masak di teve (konon yang bener begini bacanya, walaupun mahluk se-Indonesia Raya lebih suka menyebutnya tivi), saya mulai terbiasa mendengar kata penanggah atau sepen sebagai sinonim kata pantri.
Cuman saya nggak bisa seenak itu make kata sepen atau penanggah kalau saya ada di kantor, terutama kalau lagi ngobrol. Kalau udah terbiasa ga majalah, tapi alih-alih kopi yang kita minta cepet jadi, kita malah ngasih kuliah bahasa dulu ke mas atau mbak pramukantor. Begitu juga kalau kita minta tolong orang lain untuk diambilin sesuatu di atas nakas.
Ngomong-ngomong tentang nuansa lokal, saya sendiri termasuk yang kagok pas nemu kata "sanggraloka" di salah satu serial Jepun, terutama di bagian judul episode. Yang bikin saya kagok sebenernya bukan kata sanggralokanya, tapi karena saya nggak terlalu akrab dengan istilah=istilah lokal yang dipakai.
Kebenaran di episode tersebut, di beberapa adegan yang sebenernya emang berdekatan dan nyambung, muncul istilah-istilah seperti pengulas restoran, sanggraloka, dan saya lupa istilah apa lagi di bagian sulih teksnya yang bikin saya jadi kurang bisa nangkep jalan ceritanya.
Sebenernya nggak masalah kalok waktu kata itu nongol, langsung ada adegan orang ngejogrok di sanggraloka, lah ini yang ada malah orang makan sushi di kedai sushi. Buat orang-orang yang blom ngeh kalok sanggraloka itu resor wajar kalau mereka eh saya garuk-garuk kepala.
Itulah pentingnya kita ngeh sama konteks, terutama untuk hal-hal yang baru.
Menarik juga buat nyaksiin bagaimana istilah yang padanannya udah saklek bisa diterjemahkan berbeda di lapangan, termasuk di dalamnya untuk subtitle alias sulih teks.
Jujur, saya sendiri lebih suka istilah subtitle dipadanin sama istilah alih atau sulih bahasa, meski ujungnya bisa rancu dengan istilah "terjemahan" atau "diterjemahkan oleh", di lapangan, istilah sulih atau alih bahasa nggak bikin saya kagok.
Poin nggak saklek ini juga saya temuin di serial Jepun Zettai Reido musim terbaru beberapa waktu lalu. Nggak tau apakah istilah yang dipake merupakanan padanan dari kata bully atau bukan, tapi berdasarkan konteks, alih-alih pake kata sasaran perundungan atau perisakan, penerjemahnya, kalau ngga salah waktu itu, justru dengan jeli make istilah "ia kerap menjadi sasaran kebencian."
Penggunaan istilah sasaran kebencian tentu saja bukan tanpa alasan. Kebetulan, karakter yang dimaksud memang dirundung teman satu panti asuhan hanya lantaran ia menjadi korban yang selamat saat ayahnya mencoba bunuh diri dengan menggunakan gas beracun yang sengaja ia sebarkan di gedung bioskop.