Atlanta Hawks mungkin nggak akan kemana-mana musim ini. Mengincar juara tidak. Mengincar jatah playoff kok sepertinya juga nggak. Mereka sepertinya fokus untuk memberi jam terbang sekaligus mematangkan para pemain muda mereka. Soal hasil mungkin bonus.
Pendapat saya mungkin dianggap ngarang, tapi melihat apa yang front office (baca:manajemen) mereka lakukan dalam tiga tahun belakangan, pendapat banyak analis NBA mungkin ada benarnya. Dua musim lalu, pelatih Hawks, Mike Budenholzer, memilih melepaskan jabatan sebagai pelatih sekaligus President of Basketball Operation Atlanta Hawks (PBO). Dengan menjadi PBO, Budenholzer praktis bukan cuma ngelatih para pemain, tapi ngurusin aspek bisnis tim, termasuk soal tiket.
Alasan Budenholzer melepas dua jabatannya jelas. Selain karena ingin pemain muda Hawks berkembang, Buldenhozer juga mendapat tawaran serius dari Milwaukee Bucks. Soal poin yang kedua rasanya, kita nggak perlu mendengar penjelasan panjang lebar mengingat, di bawah kepelatihan Budenholzer, Bucks jadi salah satu tim dengan rekor menang kalah terbaik di NBA musim lalu. Sementara Hawks hanya 24 kali menang di tahun terakhir Budenholzer melatih. Tahun berikutnya sedikit membaik karena mereka menang lima game lebih banyak.
Sejak generasi Al Horford, Paul Millsap, Kyle Korver, dan Jeff Teague hengkang ke tim baru mereka masing-masing. Hawks memang fokus membina pemain muda. Sebut saja Taurean Prince dan Dennis Schroder. Tim mereka malah makin muda dua musim belakangan.
Tujuh dari lima belas pemain mereka didapat lewat draft dan rata-rata baru mulai bermain di NBA tahun lalu, kecuali De'andre Bermby (2016) dan John Collins (2017).
Nggak heran Atlanta Hawks dinilai sebagai tim paling berbakat di NBA karena banyak dihuni pemain muda dan dinilai punya masa depan cerah karena manajemen paham betul ingin bermain seperti apa dengan komposisi pemain yang mereka punya.
Mereka ingin memainkan permainan cepat, bertenaga, dengan kombinasi tembakan tiga angka dan penetrasi ke jantung pertahanan lawan. Nggak heran meski sempat memilih Luka Doncic musim lalu, Hawks akhirnya menukarkannya dengan Young. Keputusan yang mungkin terkesan agak disesalkan mengingat Doncic menjadi rookie terbaik di akhir musim.
Meski begitu, klopun pilihan Hawks tersebut nggak berhasil nantinya, mereka masih mendapat draft tahun 2019 dari Mavericks yang akhirnya dipakai untuk mendapatkan sosok pemain muda Cam Reddish. Bersama Zion Williamson dan RJ Barrett yang juga sama-sama berkuliah di Duke, Reddish dianggap pemain paling berbakat pada draft tahun ini. Reddish dinilai tangkas, bertenaga, dan jago tembak. Sayang karena terdapat tiga calon bintang dalam satu tim yang sama, pada perkembangannya, sinar Reddish kalah gemilang dari Zion Williamson dan RJ Barrett. Untungnya perjudian Hawks terbayar. Young jadi pemain yang bukan hanya jago tembak kayak Steph Curry, tapi juga jago nerobos ke Allen Iverson. Emang sih secara stastistik Young nggak selengkap Doncic, tapi paling enggak, secara tempo permainan, Young sedikit lebih cepat dari Doncic.
Pemain muda Hawks tahun ini bukan Cuma Reddish. Mereka masih punya DeAndre Hunter pemain yang didapat dari Lakers dan juga Bruno Fernando.