Kalian pasti sudah sering denger Mozart Effect atau yang biasanya kita sebut Efek Mozart. Efek Mozart adalah bunyi, nada, dan ritme, terutama yang terkandung dalam musik Mozart, yang biasanya digunakan untuk mempertajam pikiran serta meningkatkan kreativitas. Tidak hanya itu, efek Mozart dipercaya mampu menyembuhkan tubuh. Nah, biasanya efek Mozart ini dapat ditemukan di kalangan ibu-ibu yang sedang mengandung. Bagi ibu yang sedang menyambut sang buah hati dalam kandungan, tentu ingin memberikan yang terbaik ketika ia lahir nanti, salah satunya dengan cara pengenalan Efek Mozart. Keadaan ini bayi bisa disebut dengan passive listening.
Efek Mozart ini sudah tersebar hingga berbagai macam negara, termasuk negeri kita, Indonesia. Sudah banyak orang tua yang beranggapan hingga menerapkan efek Mozart ini kepada calon bayi mereka dengan harapan calon bayi terlahir dengan kemampuan berpikir yang baik dan tingkat kreativitas yang tinggi. Aneka musik klasik dari beberapa komposer diperdengarkan kepada calon bayi. Ditambah lagi sudah banyak publik figur yang mempromosikan atau secara tidak langsung memperlihatkan bahwa menerapkan efek Mozart kepada calon bayi mereka, dan membuktikan bahwa efek Mozart sangat membantu dalam tumbuh kembang anak. Dari situlah para netizen mulai untuk mengikuti tips-tips agar calon anak mereka dapat berkecukupan.
Namun benarkan bahwa musik klasik dapat membuat bayi jadi pintar? Mari bersama-sama kita kupas kebenaran dibalik efek Mozart. Apakah efek Mozart bisa disebut mitos atau fakta?
Awal Mula Berkembangnya Efek Mozart
Sebelum itu, mari kita mencari tahu kilas balik munculnya efek Mozart. Efek Mozart ditemukan pertama kali oleh seorang psikolog yang bernama Alfred A. Tomatis pada tahun 1991. Ia mengamati ketika anak-anak yang memiliki gangguan pendengaran mendengarkan musik klasik karya Mozart, mereka mengalami peningkatan dalam kemampuan mendengar dan berbicara. Penelitian tersebut ditindaklanjuti untuk memahami dan menjelaskan fenomena ini, salah satunya terjadi di University of California. Seorang psikolog mengadakan suatu percobaan yang dimana para partisipan diberi tugas tentang mental. Sebelum peserta menyelesaikan tugasnya masing-masing, mereka diminta untuk mendengarkan 10 menit keheningan, 10 menit musik relaksasi, atau 10 menit Mozart’s sonata for two pianos in D major (K448). Dalam percobaan ini membuat partisipan yang mendengarkan musik Mozart mampu melakukan tugasnya dengan lebih baik, khususnya ketika mereka butuh 'menyusun' suatu bentuk dalam pikiran.
Dari situ muncul banyak pertanyaan-pertanyaan dalam benak para peneliti, apakah pola musik yang kompleks ini dapat memicu cara kerja otak. Fenomena ini semakin diteliti agar dapat menjawab beberapa pertanyaan-pertanyaan. Sebagian besar peneliti yang melakukan studinya masing-masing dan akhirnya menemukan bahwa Efek Mozart mampu merangsang kreativitas di otak. Sayangnya, keuntungan efek mozart ini tidak dapat bertahan lama atau memiliki jangka waktu yang pendek.
Dari beberapa percobaan yang dilakukan, mengungkapkan bahwa Efek Mozart hanyalah sebatas mitos. Sebelumnya para peneliti di Appalachian State University juga menyanggah efek Mozart, peningkatan kecerdasan sementara yang dialami setelah mendengarkan sonata piano yang ditulis oleh komposer terkenal. Hasil studinya dimuat dalam jurnal Psychological Science edisi Juli 1999.
Jika dilihat lebih dalam lagi, bukan karena Efek Mozart dapat meningkatkan kecerdasan, tetapi musiknya sendiri yang memberikan efek terapis terhadap penikmatnya. Musik adalah unsur dari seni yang di dalamnya terdapat bunyi, ritme, dan melodi yang pada akhirnya akan masuk ke telinga dan dihantarkan ke otak. Musik terbukti dapat membantu meningkatkan kinerja otak, bukan secara spesifik yaitu efek Mozart.
Secara lebih jelas dapat ditemukan dalam penelitian pada tahun 2006, dilakukan suatu studi yang melibatkan 8000 anak. Anak-anak dibagi menjadi beberapa, kelompok 1 mendengarkan Mozart’s String Quintet in D Major, kelompok kedua mendengarkan diskusi mengenai eksperimen, dan kelompok ketiga mendengarkan 3 lagu pop seperti Country House oleh Blur, Return of the Mack oleh Mark Morrison, dan Stepping Stone oleh Duncan. Hasilnya terbukti bahwa anak-anak yang mendengarkan musik Mozart dapat menjalani ujian dengan baik, namun kelompok yang mendengarkan musik bergenre pop juga mampu melakukannya lebih baik lagi.