Lihat ke Halaman Asli

Ilham S

Mahasiswa

Melawan Kemapanan Massa, Kita Perlu Belajar dari Punk

Diperbarui: 21 Desember 2023   02:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pinterest/Rancid's logo

Konotasi negatif memang melekat erat dengan punk. Gerakan yang berpegang teguh pada prinsip antikemapanan ini kerap diasosiasikan dengan aksi kriminalitas yang menjadi anomali dalam masyarakat. Tak jarang banyak orang sepakat untuk mendefinisikan punk sebagai kelompok indisipliner yang kerjaannya hanya mabuk-mabukan, memalak, membuat keributan, serta aksi rusuh yang mengganggu ketertiban dan meresahkan masyarakat. Namun di samping itu, punk bagaimanapun merupakan suatu fenomena unik yang keberadaannya telah menjadi bagian dalam dinamika kehidupan masyarakat.

Secara historis, punk lahir di Inggris pada tahun 1970-an. Ia lahir sebagai bentuk perlawanan anak-anak muda yang berasal dari kalangan kelas pekerja. Mereka melawan pemerintahan monarki Inggris yang kerap melakukan berbagai tindakan eksploitasi, dan diskriminasi terhadap para pekerja industri. Maklum, Negara Inggris memang sedari dulu akrab dengan formasi sosial khas kapital.

Berdasar dari latar belakang kelahirannya, punk kemudian didefinisikan sebagai kelompok yang memiliki sifat cenderung melawan serta tidak puas hati. Mereka cenderung gampang marah dan benci pada tindakan menindas dan eksploitatif.

Punk merupakan orang-orang yang mempunyai keberanian memberontak untuk memperjuangkan kebebasan dan melakukan perubahan. Mereka hidup bebas dan tetap bertanggung jawab pada setiap tindakannya.

Lebih jauh, punk dapat dikonsepsikan sebagai wujud pemberontakan dari manusia yang merasa nihil atas hidupnya yang diekspresikan dalam bentuk kebebasan. Mereka mengalami gejolak perasaan untuk bebas melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang mereka inginkan tanpa perlu mengkhawatikan intervensi dari pihak luar. Secara tidak langsung, kita dapat melihat punk sebagai refleksi atas eksistensi manusia di dunia. Punk dapat dipandang dari kacamata filosofi eksistensialisme.

Secara umum, filosofi eksistensialisme menekankan pentingnya kebebasan manusia dan pilihan kreatif yang bebas. Dengan kata lain, manusia sendiri yang berhak untuk menentukan eksistensi sekaligus esensinya. Kebebasan bukan sesuatu yang harus dibuktikan atau dibicarakan, tetapi ia adalah suatu realitas yang harus dialami.

Kebebasan manusia adalah bebas berkehendak: memilih di antara kemungkinan yang ada yang selalu berbeda dari waktu ke waktu, menetapkan keputusan-keputusan, serta bertanggung jawab terhadap semua itu. Sejalan dengan itu, dengan kebebasan yang selalu diusung, punk secara leluasa mampu untuk membentuk identitas diri mereka sendiri tanpa harus takut dengan komentar negatif dari orang lain.

Soren Kierkegaard melalui karya The Present Age (1846) memperingatkan bahwa manusia sedang menghadapi suatu zaman yang penuh dengan proses penyamarataan. Manusia akan menjelma menjadi manusia massa. Penyamarataan tersebut menyebabkan timbulnya frustasi. Proses penyamarataan ini juga tidak memperhatikan kepribadian manusia, perbedaan kualitatif manusia dengan yang lainnya, dan penghayatan subjektif. Dalam massa yang menyamaratakan ini, individu pribadi terasing dari dirinya sendiri, mengalami alienasi diri, dan tidak menjalankan eksistensinya secara sejati.

I wanna be the minority
I don't need your authority
Down with the moral majority
'Cause I wanna be the minority

Jalan yang dapat diambil untuk melawan proses penyamataraan ini adalah dengan tampil berbeda sesuai jati diri pribadi. Dengan berbeda dari apa yang disebut Kierkegaard sebagai massa, manusia mampu menjalankan eksistensinya dan secara penuh menjadi manusia yang konkret serta nyata.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline