Lihat ke Halaman Asli

Politik Tanpa Permintaan Maaf

Diperbarui: 9 Agustus 2018   11:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para penonton yang mayoritas dari kalangan wartawan sedang menyaksikan dengan seksama jam demi jam menunggu datang para aktor yang sedang diributkan itu dari gedung KPK. Seorang pria sedikit gempal sesekali mengamati jamnya yang sedang berlomba dengan waktu makan siang, namun aktor yang dinanti tak kunjung keluar. Titip menitip pun di mulai, seorang yang sedang longgar dititipi makan oleh pria gempal itu beberapa cemilan yang dapat sedikit menganjal perut kilahnya sembari masih menunggu sang aktor.

Waktu yang ditentukan pun mendekat, ditandai dengan banyak petugas KPK keluar dari sarangnya sebelum sang aktor utama yang dinantikan benar-benar keluar dengan baju orange kebenciannya. Beberapa menit kemudian sang aktor yang dinanti akhirnya keluar, tanpa sepatah kata pun walau si mayoritas menyerbu dengan banyak pertanyaan namun tak mendapat respon, hanya senyum tipis, sedikit sinis lalu pergi begitu saja. 

Akhirnya si mayoritas mengejar mungkin seorang perwakilan KPK yang sedikit jangkung mengenakan kacamata, berpakaian rapi khas orang kantoran. Dapat menjelaskan dengan bahasa yang baik, persis seperti orang yang begitu paham seluk beluk persoalan si aktor.

Di lain waktu masih di panggung yang sama di gedung KPK, para aktor lain pun memiliki emosi yang berbeda, ada yang melambaikan tangan sembari senyum kepada kerumunan, kadang ada yang marah-marah merasa dizholimi, dijebak, dan difitnah oleh para lawan-lawannya, hingga ada yang diam saja. Sementara itu di dunia lain yang bahkan tak membutuhkan dan tak peduli dengan berat si gempal juga dipenuhi beberapa aktor berperan politikus yang beberapa darinya justru sering menyebar berita-berita tidak benar (hoax), provokasi, pemelintiran dan ujaran kebencian. Si gempal sudah dapat dipastikan mengikuti akun-akun politikus itu guna peliputan berita kilahnya.

Ini adalah politik bung ujar gempal di awal tulisannya yang tidak pernah dipublikasikan, sebuah budaya tanpa kesalahan, sebuah dunia tanpa permintaan maaf, sebuah dunia yang bahkan rasa takut mu mestinya meminta maaf pada mu. Bahkan berita-berita yang pernah kau sebar sebelumnya yang setelah dikonfirmasi tidak benar tak harus mewajibkan mu meminta maaf, mungkin hanya diam dan biarkan isu itu menguap.

Sekali lagi ini adalah politik, bukannya para politikus itu tidak mau mengucapkan maaf lanjut si gempal, akan tetapi dikarenakan isu yang bergerak begitu cepat ditindih oleh yang lain dengan lebih aktual, sementara kesalahan mu sudah menjadi basi untuk diviralkan kembali. Daya ingat memendek dan cepat berlalu, ucap seorang menteri pertahanan dalam sebuah film India yang di bintangi Amir Khan (saya lupa judulnya) saat meminta seorang pemerintah menghentikan tindakan agresif dan pemukulan terhadap para demontran kala itu.

Ada hubungan diam-diam antara maaf, lupa dan ingatan, dimana hubungan keduanya harus diperantarai oleh waktu. Waktu menentukan durasi sebuah kesalahan dan keberhasilan harus dilupakan atau diingat. Sekarang siapa yang peduli dengan Awkarin? Jika pun siulannya hingga sekarang masih berdendang di instagram miliknya. Atau baru-baru ini muncul Lucinta Luna yang dengan segera diembat juga oleh Bowo. Paling-paling setiap isu yang sempat viral ini jarang sekali tetap hangat sampai 3 hari setelah itu harus berpaling pada sosok yang lain, yaitu hadirnya ojek online yang memukul pejalan kaki dan Bowo pun menghilang dalam pembicaraan.

Toffler menenggarai gejala ini masyarakat yang menyadari "kesementaraan", sama halnya dengan wadah teh celup setelah habis dapat dibuang, atau tisu-tisu sekali pakai yang setelah digunakan tidak ada gunannya lagi. Begitu setidaknya ucap si gempal setiap politisi sangat menyadari arti kesementaraan sebuah isu, kalau pun dia secara tidak sengaja atau dengan sengaja  menghujat, merendahkan dan menyebarkan berita hoax hingga akhirnya viral, minta maaf bukanlah cara yang elegan akan tetapi cukup diam, buat isu atau biarkan isu-isu itu berlalu hingga digantikan oleh yang baru.

Permintaan maaf hanya dimiliki oleh orang-orang dengan lalu lintas isu yang lambat karena di sana daya ingat tumbuh subur untuk meniadakan lupa. Si gempal bahkan sudah dua tahun ini tidak bertegur sapa dengan teman karibnya hanya karena kamera kesayangannya rusak secara tidak sengaja. Apalagi saat itu si gempal baru saja putus dari si Martini yang membuat si gempal tidak saja marah dengan sahabatnya itu tetapi juga dengan kekasihnya. 

Daya ingat di sana telah di pupuk melalui durasi waktu yang panjang hingga emosi-emosi yang terkait menjadi begitu mendalam membuat si gempal bahkan tidak pernah berpikir untuk meminta maaf atau bahkan memaafkan kedua orang itu, dan lupa adalah kata yang tidak memiliki makna bagi si gempal. Sementara isu di arena politik berjalan begitu cepat tanpa sempat diingat sudah lahir yang baru.

Si gempal harusnya dapat belajar dari para politikus yang selalu menjadi bagian dari hidupnya, setiap politisi memiliki sikap memaafkan maupun paling pemaaf yang tinggi bahkan tanpa ia harus membicarakan kepada lawannya dan memang tidak dibutuhkan permintaan maaf. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline