Lihat ke Halaman Asli

Sebuah Isyarat

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tanpa sepengetahuanku, kau datang ke kota ini bersama salah satu sahabatmu. Rasa bahagia menyelimuti seluruh bagian hatiku bahkan tubuhku. Aku tak tau atas dasar apa kau datang padaku, yang aku tau aku sangat menerima kehadiranmu saat ini. Meskipun aku belagak acuh padamu, aku tau pasti itu hanya sebuah strategiku untuk mendapatkan perhatianmu lagi. Tapi yang terjadi kau tetap dengan ke’diam’anmu. Dan aku tetap berusaha stay cool dihadapan sahabat dan kakakku, terutama padamu. Namun sebenarnya di dalam hati, aku ingin sekali menegurmu dan berbincang denganmu. Aku sadari saat ini rasa rinduku padamu menyeruak hingga ke ubun-ubun. Namun aku tidak dapat melakukan apapun terhadapmu, bahkan untuk sekedar menatapmu.

Aku rasa kakakku sedang mengibul, dia bilang kau telah memutuskan hubungan dengan kekasihmu dan meminta ijin untuk kembali padaku. Kaget. Gak percaya. Masih terlalu dini untuk kudengar keputusan itu, bukan keputusan untuk memintaku kembali padamu melainkan keputusan kau telah memutuskannya. Belum satu bulan kau menjalani hubungan itu, meskipun (jujur) hal itu yang aku harap dan impikan sejak mendengar kabar kau “jadian”. Ini… Saat ini… Aku benar-benar bahagia, Tuhan mendengar doaku dan membawamu kembali padaku, entah dengan cara apa, aku tak pernah peduli. Ini indah, bahkan sangat indah.

Ternyata Dephita (salah satu sahabatku) yang pertama kali mengetahui bahwa kau akan kemari, sekaligus dia yang menerimamu di kota ini. Dan dengan lancangnya dia tak mengabariku tentang hal yang sudah kalian persiapkan untukku. Untuk kali pertama, aku berdecak kagum untuknya, karena surprise yang dia berikan untukku amat sangat mengesankan dan tentunya menyenangkan. Aku memeluknya erat sebagai tanda terima kasih. Dia pasti merasakan bahwa aku sangat bahagia saat ini. Aku berniat untuk mentraktirnya apapun yang dia mau. Meskipun sampai saat ini kau belum memintaku secara langsung, sejauh ini kau masih meminta ijin pada sahabat dan kakakku. Karena aku tau, sahabat dan kakakku menyerahkan keputusan ini sepenuhnya padaku. Dan mereka tau pasti yang akan menjadi keputusanku. Aku terlalu mencintaimu untuk berkata “tidak”.

Pagi ini, tepat tanggal 19 Januari 2012 pukul 07.00 WIB aku memulai hari dengan membuka mata diatas tempat tidur. Dan menyadari bahwa itu semua hanya mimpi yang terus berlanjut meski aku sudah terbangun beberapa kali malam tadi. Tuhan, mimpi tadi malam hingga tadi pagi serasa nyata bagiku. Dan aku tau, Engkau mengetahui apapun yang menjadi harapku. Dan aku yakin, dengan mudahnya Kau akan mengabulkan dengan caraMu yang lebih indah… Jika aku boleh berharap untuk hal lain, aku berharap ini adalah caraMu meyakinkanku atas ketidakyakinan yang ada hatiku ^.^

19-01-2012

Desa Tembokrejo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline