Lihat ke Halaman Asli

M. Sadli Umasangaji

celotehide.com

Menggugat Keadilan Sosial dalam Reformasi

Diperbarui: 17 Mei 2023   08:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mahasiswa menduduki gedung MPR/DPR, menuntut Presiden Soeharto untuk mundur dari jabatan Presiden, pada Mei 1998. (Foto: KOMPAS/EDDY HASBY) 

Di tengah kepemimpinan yang mendramatisasi citra diri itu, orang-orang menjerit karena harga-harga selangit, naiklah bahan-bahan sembako dan kebutuhan sehari-hari, naiklah bahan bakar minyak dalam diam di tengah malam.

Naiklah tarif dasar listrik, merambat kemana-mana tenaga asing, pengangguran menjadi derita anak bangsa yang mulai mencari kerja. 

Maka ada orang yang menyebutnya sebagai tuna visi nan kefakiran empati. Beban hidup rakyat yang makin berat. Ketika harga cabai naik, minta untuk ditanam, harga listrik naik minta hidup irit, harga beras naik, minta untuk ditawar. 

Sama seperti orde baru, rakyat harus makan belalang. Dan di tengah-tengah itu pula mulai orang-orang membicarakan reformasi jilid 2.0. Seperti dalam Jiwa-Jiwa Mati, adanya akal licik pegawai yang ambisius guna memperoleh keuntungan dari hasil manipulasi dan korupsi. Kemudian menyayat borok nafsu tamak manusia serakah.

Memang berjalan menuju ke dekade ketiga reformasi ini, kran kebebasan semakin terlihat. Tapi di masa-masa ini pula kegaduhan dalam politik merembes untuk menutupi kran kebebasan dengan dalih-dalih pandangan pemilik kekuasaan. 

Organisasi Masyarakat yang berlawanan ideologi dibrendel aktivitasnya. Bukankah kebebasan berpendapat adalah bagian dari gagasan reformasi?

Memang orang-orang sudah bebas untuk memilih saat berlangsungnya pemilihan umum. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hadirnya reformasi menghidupkan demokrasi. 

Tapi yang lebih penting adalah demokrasi substansial. Dan harus dikatakan bahwa ujung dari demokrasi substansial adalah keadilan sosial.

Jalan Reformasi; Sebuah Ide Demokrasi

Pemilu secara langsung, media massa, organisasi kemasyarakatan yang kritis hanya imbas dari berkah demokrasi dan bagian dari demokrasi prosedural serta bukanlah hakikat demokrasi itu sendiri. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline