Lihat ke Halaman Asli

M. Sadli Umasangaji

celotehide.com

Sastra, KAMMI, dan Sastra Gerakan Islam

Diperbarui: 22 Mei 2023   09:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buku Ideasi Gerakan KAMMI

Sastra, KAMMI, dan Sastra Gerakan Islam

M. Sadli Umasangaji

(Penulis Buku Ideasi Gerakan KAMMI)

Saya mungkin semakin menyukai sastra atau bisa disebut kembali mencoba bergiat dengan sastra, menulis cerpen, puisi atau berangan-angan selesai menulis novel. Terutama ketika saya mulai mencoba membaca beberapa website dengan afiliasi pada sastra (cerpen dan puisi, atau juga kritik sastra atau esai tentang kebudayaan dan sastra) seperti basabasi dot co, bacapetra dot co, buruan dot co, nongkrong dot co, asyikasyik dot com dan sejenisnya atau membaca terbitan-terbitan cerpen di beberapa media besar di websitenya seperti Kompas, Jawa Pos, Tempo dan lain. Atau mungkin membaca website-website kumpulan terbitan cerpen media besar seperti ruangsastra dot com, lakonhidup dot com, klipingsastra dot com atau sejenisnya. Atau sekedar melihat perkembangan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) khususnya bidang sastra dan coba-coba mengikuti sayembaranya.

Memang disadari bahwa KAMMI lebih memiliki kecenderungan pada gerakan kepemudaan atau gerakan mahasiswa. Dan kemungkinan terbesar memiliki keminatan soal-soal kritikan-kritikan terkait kebijakan politik, publik dan pemerintah. Kecenderungan-kecenderungan itu tentu membuat KAMMI dalam literasi lebih dekat dengan literasi-literasi bersifat opini, esai dan narasi-narasi sejenis.

Sebagaimana titah kelahiran KAMMI. KAMMI lahir dengan kesadaran dan keprihatinan yang mendalam karena adanya krisis nasional tahun 1998 yang telah dilanda Indonesia. Situasi dimana negara-negara berkembang atau di negara dunia ketiga dengan kondisi kepemimpinan yang penuh dengan tirani-otoriter, despotik, tidak adil, nepotisme bahkan pelan-pelan korupsi mulai menumpuk. Hal ini telah membangkitkan kepekaan para pimpinan aktivis (dakwah kampus) di seluruh Indonesia yang saat itu berkumpul di UMM - Malang.

Sekiranya bagaimana kader dan atau alumni KAMMI menyikapi soal Sastra KAMMI atau lebih-lebih soal Sastra yang dicetuskan oleh Gerakan Islam? Apakah kader atau alumni KAMMI juga memiliki pandangan bahwa sastra baik novel, cerpen atau puisi kecenderungan terjebak pada genre pop, atau roman atau teenlit?

Atau sebagaimana dituliskan Umar dalam "Mengapa KAMMI Tidak Punya Sastrawan?", menulis dengan tema-tema sastra adalah sesuatu yang 'sambil lalu' di KAMMI. Ini mungkin menjelaskan mengapa sampai sekarang sedikit sekali (atau mungkin tidak ada?) mungkin, banyak kader dan alumni KAMMI yang menyukai dan menikmati sastra, tetapi ketika berada di KAMMI, tidak ada tempat yang cukup untuk puisi, cerpen, atau novel yang mereka ciptakan.

Bisakah nanti KAMMI menelurkan sastra sebagai alat kritik, sebagai alat perjuangan atau mungkin sebagai alat kaderisasi? Dan bagaimana rupa Sastra KAMMI?

Jejak Marabumi dan Pojok Sastra (KAMMI)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline