Lihat ke Halaman Asli

Ancaman dari Globalisasi terhadap Lingkungan Sekitar

Diperbarui: 25 November 2021   23:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Dewasa ini, perubahan kerap terjadi di sekitar kita. Semakin berkembangnya zaman, tentu saja Sumber Daya Manusia juga berkembang mengikuti arus. Saat ini kita berada di zaman di mana segala sesuatunya cenderung lebih mudah untuk dilakukan karena semuanya serba instan. Kemajuan zaman yang menyebabkan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi memudarkan batasan-batasan Negara, termasuk Indonesia. Semua hal ini merupakan hasil dari globalisasi.

Globalisasi merupakan suatu fenomena yang terjadi secara global dan ditandai dengan beberapa keterbukaan dalam berbagai bidang seperti perniagaan barang, jasa, pergerakan suatu masyarakat antar negara maupun budaya. Tidak hanya itu, globalisasi juga bisa merambah ke berbagai aspek seperti ekonomi, sosial dan politik. Globalisasi juga dapat meningkatkan jalur sumber daya antar negara.

Dalam hal ini globalisasi melibatkan banyak pihak, negara, organisasi, maupun individu. Salah satu agen utama globalisasi adalah perusahaan multinasional yang melancarkan kegiatan ekonomi secara global mulai dari 1970-an. Perusahaan ini mulai dikenal sebagai perusahaan yang ekspansif dan eksploratif. Dalam hal ini dapat kita indikasikan bahwa perusahaan tersebut mengabaikan dampak dari kegiatan mereka. Dampak yang mereka berikan terhadap lingkungan antara lain pencemaran tanah, air, udara, kerusakan hutan dan tanaman.

Di Indonesia sendiri misalnya, akibat dari pembukaan lahan kelapa sawit terjadi rusaknya keanekaragaman hayati di sekitar lahan. Minyak sawit yang merupakan hasil dari industri kelapa sawit telah meningkat didalam kepentingan global dalam beberapa dekade terakhir, dengan dunia memproduksi minyak kelapa sawit meningkat dari 13,5 juta ton pada tahun 1990, menjadi 15,8 juta ton di 2014. 

Efisiensi produksi, biaya rendah, dan stabilitas dari minyak ini menjadikannya minyak sayur yang paling menarik dan banyak digunakan di dunia. Berdasarkan IUCN (The International Union For Conservation of Nature) jika dibandingkan dengan komoditas lain mirip kedelai atau bunga matahari, pemakaian lahan kedelai mencapai 9 kali lipat dari total lahan kelapa sawit untuk menghasilkan 1 ton minyak nabati. Keefisienan kelapa sawit 9 kali lipat terlihat pada produksi setiap tahun dalam 1 hektare, kelapa sawit 4,27 ton, rapeseed 0,69 ton, bunga matahari 0,52 ton, kedelai 0,45 ton.

UE kemudian mengeluarkan kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) untuk mencegah deforestasi tidak langsung. Menurut RED II, masalahnya akan muncul ketika lahan untuk produk makanan diganti untuk produksi biofuel. Akibatnya, hutan dan lahan gambut berpotensi menjadi sasaran demi mengganti lahan yang dipakai untuk biofuel, di mana akan mengakibatkan deforestasi tidak langsung.

Dampak-dampak nya sendiri dapat kita lihat seperti penurunan kualitas air permukaan di sekitar daerah-daerah industri, konsentrasi bahan kimia berbahaya meningkat dalam kandungan airnya, kelangkaan air tawar yang semakin terasa khususnya di musim kemarau, sedangkan di musim penghujan cenderung terjadi banjir yang melanda akibat banyak daerah yang telah mengalami deforestasi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline