Membaca postingan kawan saya, mas Faikar terus terang memantapkan saya untuk mengupload video ini, yang awalnya sedikit ragu dengan hipotesis saya, bahwa tanpa akar yang kokoh, tak ada tanaman yang tahan badai. Tanpa profit based-business model yang kuat, tak ada startup bisnis yang bakal sustain.
Ini berkaitan dengan fenomena beberapa hari lalu, tentang startup bubble burst dan istilah baru zombie unicorn. Mulai olengnya pebisnis startup dengan melakukan efisiensi besar melalui phk karyawan. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang salah?
Jay Bhatti, seorang Venture Capitalist (VC), dalam blog medium, menulis secara kritis, pedas, namun cadas tentang Unicorn.
Euforia membangun startup bisnis memang sedang melanda masyarakat kita. Tidak ada yang salah dengan impian tersebut, namun yang menjadi garis tebal di sini adalah apakah memang dibangun dari bisnis model yang kuat?! Bukan sekadar kekuatan atraksi dan menjual mimpi.
Jay mengungkap 3 ciri startup yang perlu diwaspadai:
1. Hype, menggebu-gebu, memamerkan kehebatannya yang sulit masuk di akal. Founders berlagak seperti next Steve Jobs.
2. Dana tak terbatas dari VC yang seindah pelangi.
3. Mereka dapat seperti unicorn, saat terkilir, pergelangan kakinya tidak cukup kuat lagi menopangnya dan jatuh.
Inilah fenomena yang kembali marak dengan istilah Startup Bubble Burst. Sesuatu yang nampak indah secara cepat dan secara cepat juga, meletus.
Beberapa startup yang disebut-sebut media memicu fenomena bubble burst ini adalah Robin Hood, Cameo, Netflix, dan dari tanah air muncul nama Link Aja, JD.ID, dan Zenius Education.
Mereka terpaksa melakukan efisiensi dengan pemecatan karyawan besa-besaran. Anggaran mereka bleeding, tak lagi mampu menopang aksi bakar uang yang bombastis, investor mulai skeptik, atau kondisi makro lainnya seperti suku bunga investasi yang sedang tidak bersahabat. Media menyebutnya sebagai zombie unicorn.
Sebanarnya ini adalah fenomena yang biasa aja. Dari 100% bisnis startup, wajar jika hanya 10 sampai 20 persen yang bertahan memasuki 5 tahunan. Mungkin saja karena era keterbukaan informasi ini yang membuatnya heboh.
Bisnis itu ujung-ujungnya selalu duit atau cuan. Tak ada yang ujung-ujungnya growth. Apalagi yang ujug-ujug growth. Dan model bisnis sebenarnya sangat menentukan hal ini.