Lihat ke Halaman Asli

"Lampu Kuning" Rasio Gini Indonesia

Diperbarui: 17 Maret 2016   15:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="gambar di ambil dari kumpulanmakalah-kedokteran-psikologi.blogspot.co.id"][/caption]

Indeks Rasio Gini, adalah sebuah alat untuk mengukur tingkat kesenjangan sosial di masyarakat. Di temukan dan dikembangkan oleh Corrado Gini, seorang statistikus asal Italia pada tahun 1912. Indeks ini menggunakan ukuran skala 0 sampai dengan 1 dengan angka 0 menunjukan tidak adanya kesenjangan sosial di masyarakat, sedangkan 1 menunjukan bahwa terjadi kesenjangan sosial yang “ekstrem” di masyarakat.

Menurut Institute for Development of Economic and Finance (Indef), rasio gini di Indonesia sudah mencapai angka 0.41-0.45. Angka ini sangat memperihatinkan dan dianggap sudah memasuki fase “Lampu Kuning”, karena apabila rasio gini sudah mencapai angka 0.5 maka dapat dikatakan sudah memasuki kesenjangan sosial yang berbahaya bagi kestabilan sebuah negara. Bahkan, beberapa pengamat ekonomi mengatakan bahwa apabila angka rasio gii sudah mencapai 0.45 maka tragedi 1998 akan sangat memungkinkan untuk terulang kembali.  

Banyak faktor yang menjadi alasan mengapa indeks rasio gini di Indonesia mencapai angka yang terbilang tinggi, salah satunya adalah tidak merata dan sedikitnya lapangan pekerjaan yang ada terlebih dengan kondisi ekonomi yang kian memburuk yang juga mengakibatkan banyaknya perusahaan yang menutup usahanya sehinga berdampak pula pada meningkatnya angka pengangguran di Indonesia. Yang memperihatinkan adalah mayoritas dari pengangguran di Indonesia adalah pengangguran dengan intelektualitas.  Terbukti dari data BPS pusat pada Oktober 2015, angka pengangguran intelektual mencapai 47,81% dari total angka pengangguran nasional.

Rodrigo A. Chaves, Indonesia's Country Director for the World Bank di Tempo.Co pada tanggal 05 January 2016 lalu mengatakan bahwa indeks rasio gini Indonesia saat ini sudah setara dengan rasio gini di Uganda dan lebih buruk jika di bandingkan dengan India. Chaves mengatakan bahwa ketimpangan sosial ini adalah yang terburuk dalam sejarah Indonesia. 

Ironisnya adalah dengan keadaan ketimpangan sosial seperti ini, masyarakat masih saja fokus berkutat dengan calon gubernur muslim-Non muslim pribumi-nonpribumi.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline